Breaking

Senin, 20 November 2017

Kisah Pelarian Setya Novanto Hingga Dijemput Paksa KPK dengan Kursi Roda

Baca Juga


Ketua DPR Setya Novanto yang juga tersangka kasus korupsi e-KTP duduk di atas kursi roda saat resmi ditahan KPK, Senin, Jakarta (20/11).
JAKARTA -- Selepas Magrib, Setya Novanto begitu tergesa-gesa. Tak bisa berlama-lama di kediamannya Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan. Padahal dia baru saja tiba. Usai memimpin rapat Paripurna pada Rabu pekan lalu. Melaksanakan tugasnya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di rumah, dia mengganti pakaiannya. Balutan jas hitam bekas rapat pun dilepas.

Tidak sampai 5 menit. Novanto dijemput seorang rekannya. Meninggalkan istri dan seorang kerabatnya, Politikus Partai Golkar Kahar Muzakir. Padahal rencananya mereka bakal menggelar rapat. Membahas Pilkada Kalimantan Tengah. Dalam perjalanan menyusul dua politisi partai berlambang beringin itu. Wakil Ketua Dewan Pakar Golkar, Mahyudin, dan Bendahara Umum Partai Golkar, Robert Kardinal.

Para elit Golkar ini tidak sempat bertemu ketua umumnya. Seperti diceritakan Mahyudin. Sebelumnya dia mengaku tak pernah membuat janji khusus kepada Novanto. Hanya sempat bertemu Novanto di lift DPR pada siang harinya. Dia biasa menanyakan jadwal kepada ajudan bosnya sebelum bertemu. Kabar baik pun diterima. Sore itu, menurut info ajudan, Ketua Umum Partai Golkar tersebut tak ada acara selepas Paripurna.

Novanto tengah dalam perjalanan pulang. Sementara posisi Mahyudin berada di Pasific Palace kawasan SCBD Jakarta Selatan. Sempat melaksanakan salat magrib terlebih dahulu. Sehingga dia memperkirakan jarak dan waktu dengan Novanto tak berbeda jauh.

Dalam perjalanan di dalam mobil, Mahyudin kembali menghubungi ajudan Novanto. Ketika itu dia berada di bilangan Senopati, Jakarta Selatan. Dari ujung telepon sang ajudan mengatakan bosnya telah tiba di rumah. Lantas Mahyudin mengatakan akan tiba dalam waktu 5 menit lagi.

Sekitar pukul 7 malam Mahyudin tiba di rumah mewah milik bosnya. Dia hanya membuka kaca mobil. Menunjukkan wajahnya kepada petugas jaga kediaman Novanto. Pagar dibuka. Di sana dia masih melihat ada mobil dinas dan para pengawal Novanto. Yakin bahwa ketuanya ada di rumah.

Mahyudin langsung melenggang menuju ruang pertemuan di lantai II rumah Novanto. Sebelum masuk, dia sempat menanyakan kembali keberadaan Novanto kepada seorang asisten rumah tangga. Namun, jawabannya membuat Mahyudin sedikit mengernyitkan dahi. Dari situ dia mendapat kabar bahwa Novanto baru saja pergi. Dari informasi asisten rumah tangga itu, Mahyudin mengetahui Novanto dijemput rekannya. Penjemputan memakai mobil. Tetapi dia tidak menanyakan detil sosok penjemput Novanto tersebut. Hanya dibilang bahwa Novanto hanya izin pergi sebentar. Sehingga Mahyudin merasa santai menunggu Novanto.

"Katanya enggak lama, Ya sudah saya tunggu kalau sebentar," kata Mahyudin saat bercerita kepada wartawan, Jumat pekan lalu.

Di rumah bosnya, Mahyudin bertemu Kahar. Mantan ketua fraksi Golkar ini orang pertama tiba di sana. Kahar tak sempat bertatap muka. Sebab, ketika tiba langsung melaksanakan salat Magrib di lantai dasar kediaman Novanto. Kepada Mahyudin, Kahar menanyakan keberadaan Novanto. Namun, jawaban Mahyudin membuat Kahar merasa aneh. Bosnya sudah pergi dari rumah tanpa memberi kabar.

Sementara Robert, kata Mahyudin, tiba sekitar jam 8 malam. Mereka bertiga sempat menunggu. Mengobrol santai di ruang rapat. Tak lama Kuasa Hukum Novanto, Fredrich Yunadi, juga tiba. Mahyudin sempat menegur. Menanyakan kepada Fredrich soal Praperadilan ketuanya. Dalam obrolan itu diungkapkan bahwa pengacara tersebut percaya diri memenangkan lagi Praperadilan kliennya dalam status tersangka dugaan kasus korupsi megaproyek e-KTP.

Kasus tersebut diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atas perekonomian negara sekurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP-E 2011-2012 Kemendagri. Sedangkan Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Beberapa saat kemudian Robert pamit terlebih dahulu. Padahal baru saja tiba. Tersisa hanya Mahyudin dan Kahar ditambah Fredrich. Hampir dua jam mereka menunggu. Mereka berbincang santai. Mahyudin juga sesekali mengganti saluran televisi di ruang rapat. Lalu, Kahar meminta izin undur diri. Mahyudin ditinggal sendiri. Sedangkan Fredrich datang menemui istri Novanto, Desti.

Sementara Fredrich mengaku kedatangannya atas permintaan Novanto. Rencananya kliennya tersebut bakal melakukan pembahasan terkait hukum tengah menjeratnya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Permintaan itu langsung disampaikan Novanto kepada Fredrich ketika berada di DPR.

Tiba di rumah kliennya, Fredrich mendapat kabar bahwa kliennya pergi dengan seseorang. Sama seperti Mahyudin, dia tak mendapat penjelasan detil terkait sosok itu. Dia hanya diminta menunggu. Selama menunggu kliennya, Fredrich justru kaget kedatangan tim penyidik KPK. Rencananya mereka bakal melakukan penangkapan kepada kliennya.

"Saya sudah tunggu lama-lama tapi malah yang datang penyidik KPK untuk melakukan penangkapan," kata Fredrich kepada wartawan.

Penyidik KPK lalu masuk ke dalam rumah. Di sana mereka meminta keluarga menyerahkan Novanto. Namun, ketua DPR tersebut sudah tidak berada di rumah. Dia sudah hilang selepas magrib. Bersama rekannya. Seisi rumah tidak mengaku siapa sosok penjemput dan ke mana kepala keluarganya pergi. Dari situ, lembaga antikorupsi tersebut kehilangan jejak sang ketua DPR.

Penangkapan paksa ini dilakukan setelah Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Penetapan itu diumumkan KPK pada Jumat dua pekan lalu. Ini penetapan tersangka untuk kedua kalinya buat dia. Setelah pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek e-KTP pada 17 Juli 2017 lalu. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada 29 September 2017, mengabulkan gugatan praperadilan Novanto. Sehingga menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.

Sehari berselang. Hampir 24 jam, KPK belum menemukan keberadaan Novanto. Operasi KPK gagal pada Rabu malam sebelumnya. Dan, menjadikan sosok ketua lembaga legislatif itu sebagai daftar pencarian orang (DPO). Keputusan itu diambil setelah rapat internal. Mereka juga meminta bantuan Polri. Ini sesuai Pasal 12 ayat (1) huruf h dan Pasal 12 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK bisa meminta Polri untuk membantu pencarian itu.

Dari sumber kami di internal Partai Golkar menyebut bahwa Novanto pada saat itu dikabarkan tengah bersama rekannya asal Aceh berinisial S. Posisi mereka berada di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Namun sumber kami tidak menjelaskan rinci nama dan tempat Novanto singgah. Namun kabar keberadaan Novanto bersama S santer beredar di elit partai.

Anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Fadel Muhammad, juga mengungkapkan bahwa Novanto dikabarkan berada di bilangan Kuningan. Namun tidak dijelaskan detil dengan siapa dan di mana tersangka korupsi kasus e-KTP berada. Fadel hanya menyebut bahwa Novanto di kediaman salah seorang temannya. Sebab, dari situ Novanto juga berencana bakal menyambangi gedung KPK.

"Ada di Kuningan, di rumah salah seorang teman," kata Fadel kepada awak media.

Sedangkan Fredrich sempat mengungkapkan bahwa kliennya tengah menjalankan tugas negara. Namun, tidak diketahui persis lokasinya. Dia hanya mengungkapkan bahwa Novanto tengah menjalankan tugas penting. "Yang jelas beliau itu sangat-sangat urgent karena ada tugas-tugas negara, itu yang paling penting," ujar Fredrich ketika ditemui di depan kediaman Novanto, Kamis pekan lalu.

Kami juga mencoba mengklarifikasi soal keberadaan Novanto di kawasan Kuningan bersama seseorang bernama Syarif. Fredrich enggan berkomentar. Dia hanya ingin membahas masalah hukum klienya. Sehingga keberadaan Novanto selama lebih kurang 24 jam menghilang bukan menjadi urusannya.

"Kalau masalah itu saya tidak tahu itu urusan beliau urusan pribadi," ungkap dia saat dihubungi via telpon.

Hampir seharian pada Kamis pekan lalu, keberadaan Novanto paling dicari. KPK dan kepolisian pun tidak mengetahui. Hingga sekitar jam 6 sore, stasiun televisi swasta Metro TV mendapat wawancara khusus via telepon dengan Novanto. Laporan itu disampaikan jurnalis Metro TV, Hilman Mattauch. Dalam siaran langsung itu, Novanto mengaku bakal mendatangi KPK. Namun, soal keberadaan Novanto tidak diungkap Hilman.

Sampai sekitar pukul 7 malam, Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan. Menumpangi mobil Fortuner bernomor polisi B 1732 ZLO. Mobil ditumpangi itu naik trotoar lalu menabrak tiang. Mobil dikendarai Hilman. Lokasi kecelakaan persis di samping kediaman pribadi Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Tepatnya di Jalan Permata Berlian, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Novanto mengalami luka pada bagian wajah. Memar dan bengkak. Setelah kejadian langsung dibawa ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta. Menggunakan mobil sedan hitam. Sementara, Hilman dan seorang ajudan Novanto, AKP Reza, tidak mengalami luka. Reza duduk di samping kiri pengemudi. Sedangkan posisi Novanto berada di kursi baris kedua. Justru menyebabkan dia mengalami luka paling parah.

Dari kecelakaan itu diketahui bahwa Novanto rencananya bakal menuju Stasiun Metro TV di Komplek Pilar Mas Raya, Jakarta Barat. Rencananya hadir sebagai narasumber dalam program 'Prime Time News'. Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra, dalam keterangannya menjelaskan, Hilman diduga lalai mengemudi. Sebab, sesekali menengok ke belakang menanggapi pembicaraan Novanto sambil memainkan ponsel.

"Karena kurang konsentrasi kemudian bergerak ke kanan menabrak trotoar, naik ke atas menabrak pohon dan tiang listrik," ujar Halim. Hilman diduga juga lalai berkendara sambil memainkan ponsel dan laju mobil kala itu diperkirakan melaju di atas kecepatan 60 Km per jam.

Dari kecelakaan ini juga terungkap keberadaan Novanto. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, menyebut Hilman dalam pemeriksaan mengaku menjemput Novanto dari gedung DPR. Soal keberadaan Novanto di DPR tersebut, Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Jenderal DPR Damayanti, tidak menjawab konfirmasi kami. Telepon dan pesan singkat via aplikasi tidak ditanggapi. Begitu pula dengan Hilman. Kami juga telah mencoba menghubungi. Namun, tidak ada tanggapan.

Sementara Fredrich membenarkan bahwa kliennya memang dijemput Hilman di DPR. Itu dalam kepentingan diundang menjadi narasumber di stasiun TV milik Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh itu. Sebelumnya Hilman dan Novanto wawancara via telepon. Tak puas, kata Fredrich, Hilman merayu Novanto. Meminta kliennya datang ke studio Metro TV. "Terus kemudian Hilman merayu beliau 'Pak, ayo Pak. On air ke Metro," ucap Fredrich menirukan rayuan Hilman kepada Novanto.

Novanto menjalani perawatan di rumah sakit. KPK akhirnya menemukan keberadaannya. Tepat di hari Jumat (17/11), KPK menetapkan surat penahanan kepada Novanto. Ditahan selama 20 hari ke depan sejak hari itu. Sempat ada penolakan pihak Novanto. Namun, tidak berpengaruh. KPK tetap menahan ketua DPR tersebut. Penolakan itu lalu dibuatkan berita acara penolakan penahanan.

"Sebelum tim berangkat ke RSCM, penyidik memperlihatkan dan membacakan surat penahanan di depan pihak SN. Namun pihak SN menolak sehingga berita acara penahanan ditandatangani penyidik dan dua orang saksi dari RS Permata Hijau," ujar Febri saat menggelar konferensi pers di gedung KPK. Pihaknya sekaligus melakukan pembantaran lantaran kondisi Novanto tengah sakit.

Di hari itu juga, Novanto dipindahkan ke Rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat. Dengan pembantaran, bagi tamu hendak menjenguk Novanto harus mendapat izin KPK. Pemindahan itu setelah tim dokter KPK memastikan kondisi Novanto. Setelah sehari pindah, kondisi pasca kecelakaan semakin membaik. Sehingga pada Minggu malam kemarin KPK memboyong ketua DPR itu ke markasnya. Novanto tiba di gedung sekitar pukul 11 malam lewat. Duduk di kursi roda dan memakai rompi tahanan KPK. Di dorong menuju lobi. Ekspresinya datar. Senyum ramahnya hilang tak seperti biasanya.

Setya Novanto tak menyangka ditahan KPK dan tak diberi kesempatan pemulihan

Ketua DPR Setya Novanto tidak menyangka langsung ditahan di rumah tahanan KPK setelah sebelumnya sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Dia dibawa ke gedung KPK pada Minggu (19/11) pukul 23.35 WIB. Novanto selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 01.15 WIB.

"Dan saya tadi juga tidak menyangka bahwa malam ini saya pikir masih diberi kesempatan untuk 'recovery'," kata Setnov, seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Senin dini hari.

Dia keluar gedung KPK tidak lagi menggunakan kursi roda seperti saat tiba di gedung KPK. Dia berjalan dari lokasi pemeriksaan di lantai 2 meski tampak lemah dan masih mengenakan rompi oranye tahanan KPK.

"Ya saya sudah menerima tadi dalam kondisi saya yang masih sakit, masih vertigo karena tabrakan, tapi ya saya mematuhi hukum," ujar Setnov pula.

Meski menerima penahanan, dia mengaku akan tetap melakukan perlawanan terhadap proses hukum yang menjeratnya.

"Saya sudah melakukan langkah-langkah dari mulai melakukan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) di Kepolisian dan mengajukan surat perlindungan hukum kepada Presiden, maupun kepada Kapolri, Kejaksaan Agung, dan saya sudah pernah praperadilan," kata Setnov.

Usai diperiksa, Novanto cerita soal kecelakaan hingga ngaku luka berat

Ketua DPR Setya Novanto menjelaskan mengenai kecelakaan lalu lintas yang dialami sehingga membuat dirinya harus masuk rumah sakit. Novanto pun menceritakan kalau dirinya mengalami luka-luka.

"Saya dari kemarin memang sudah niat untuk datang bersama-sama DPD (Golkar) I pukul 20.00 WIB, tetapi saya diminta untuk wawancara di Metro (TV) dan di luar dugaan saya ada kecelakaan sehingga saya selain terluka, terluka berat dan juga di kaki, di tangan, dan juga di kepala masih memar," ujar Novanto, seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Senin (20/11) dini hari.

Novanto selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 01.15 WIB. Ia dibawa ke gedung KPK pada Minggu (19/11) pukul 23.35 WIB dengan mengenakan rompi oranye.

Novanto pun tidak lagi menggunakan kursi roda saat seperti ia tiba di gedung KPK. Ia tampak berjalan dari lokasi pemeriksaan di lantai 2 meski tampak lemah dan masih mengenakan rompi oranye tahanan KPK.

Setelah mengalami kecelakaan di kawasan Permata Berlian Jakarta Selatan pada Kamis (16/11) tersebut, Setya Novanto lalu menjalani perawatan di RS Medika Permata Hijau namun dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo pada Jumat (17/11).

Dirut RSCM dr Czeresna Heriawan Soejono mengatakan Setnov tidak perlu lagi dirawat inap setelah melakukan observasi pada 18-19 November 2017.

"Setelah dilakukan penilaian selama dua hari, kami tim dokter menilai Setya Novanto sudah tidak perlu lagi rawat inap," kata Soejono.

Setnov pun membantah sudah mangkir saat dipanggil KPK. "Saya belum pernah mangkir, yang tiga kali saya diundang saya selalu memberikan alasan jawaban karena ada tugas-tugas yaitu menyangkut saksinya saudara Anang, dan saya dipanggil menjadi tersangka baru sekali tahu-tahu sudah dijadikan sebagai penangkapan tersangka," ujar Setnov.

Namun ia mengaku akan tetap menjalani proses hukum. "Tetapi saya tetap mematuhi masalah hukum dan apa pun saya tetap menghormati," ujar Setnov singkat.

Menurut informasi, KPK sudah memanggil Novanto 11 kali sebelum mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) KTP elektronik itu.

Dari total 11 kali pemanggilan dalam proses penyidikan, Setya Novanto tercatat 8 kali mangkir dari pemeriksaan. Pada proses penyidikan, Setnov hanya hadir dalam panggilan pada 13 Desember 2016, 10 Januari 2017, dan 14 Juli 2017. Panggilan untuk diperiksa sebagai tersangka terhadap Setya Novanto kembali dilakukan pada 15 November 2017.

Penyidik lalu membawa surat perintah penangkapan ke rumah Setnov di Jalan Wijaya XIII, namun ia tidak ditemukan di kediamannya.  

[mdk/eko/rki]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar