Baca Juga
JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengupayakan untuk menghadirkan dua anak dari terdakwa kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto. Kedua anak yang dimaksud ialah; Reza Herwindo dan Dwina Michaella. Keduanya mangkir saat panggilan pertama penyidik KPK.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pentingnya keterangan dua anak Setya Novanto tersebut guna menggali lebih lanjut perihal kepemilikan saham dan kepemilikan perusahaan Murakabi sejahtera dan Mondialindo. Dua perusahaan tersebut sebelumnya terungkap pada persidangan merupakan milik keluarga mantan ketua umum Partai Golkar itu.
"Jadi memang kita masih menggali informasi tersebut terlebih dahulu kita ingin klarifikasi," ujar Febri di gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Telisik mengenai status dua perusahaan tersebut juga didalami melalui kakak Setya Novanto, Setio Lelono. Febri mengatakan keterangan Setio juga akan diminta saat proses penyidikan kasus e-KTP.
Sama dengan dua anak Setya Novanto, Febri mengimbau agar Setio memenuhi panggilan penyidik KPK. Dia juga mengatakan agar tidak perlu khawatir menjalani pemeriksaan.
"Kita harap yang bersangkutan hadir karena pemeriksaan ini hanya sebagai saksi kita masih masih masih beberapa hal," tukasnya.
Diketahui sebelumnya, Dwina Michaella dan Reza Herwindo sebelumnya dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudiharjo. Mengingat, saat ini KPK tengah fokus terhadap PT Murakabi, peserta konsorsium proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
Namun kedua anak ketua umum Partai Golkar itu mangkir. Pada pekan sebelumnya, KPK telah memanggil keduanya, namun yang bersangkutan tidak hadir tanpa keterangan apapun.
Febri mengingatkan agar para saksi agar memenuhi panggilan. Menuruturnya, surat panggilan untuk saksi sudah disampaikan secara patut.
Reza dan Dwina ditengarai tahu soal yang merugikan negara Rp 2,3 trilium itu. Saat proyek e-KTP bergulir, Dwina dan Reza merupakan komisaris PT Murakabi Sejahtera, salah satu peserta tender proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri.
Murakabi membentuk konsorsium bersama perusahaan lainnya. Konsorsium Murakabi diduga sengaja dibentuk oleh Tim Fatmawati untuk mendampingi Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), yang disiapkan untuk menggarap proyek e-KTP.
Reza merupakan pemegang 30 saham PT Mondialindo Graha Perdana, bersama istri kedua Setnov, Deisti Astriani Tagor yang memiliki 50 persen saham. PT Mondialindo diketahui sebagai salah satu pemegang saham PT Murakabi.
Namun, dua perusahaan tersebut diklaim sudah dijual ke pihak lain. Setnov sendiri mengaku tak tahu bila ada nama-nama keluarganya dalam dua perusahaan tersebut.
Menurut Febri, penyidik KPK ingin mengorek keterangan dua anak Setnov terkait kepemilikan saham di dua perusahaan tersebut serta hal lain yang berkaitan dengan proyek e-KTP yang mulai dibahas sejak 2010 lalu.
"Jadi kita ingin tahu sejauh mana pengetahuan yang bersangkutan (Rheza dan Dwina) terkait kepemilikan perusahaan, saham-saham perusahaan dan juga hal-hal yang lain," tutur Febri.
KPK pun sudah memblokir rekening milik Setnov dan istrinya serta kedua anaknya tersebut sejak 2016. Pemblokiran ini berkaitan dengan penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pentingnya keterangan dua anak Setya Novanto tersebut guna menggali lebih lanjut perihal kepemilikan saham dan kepemilikan perusahaan Murakabi sejahtera dan Mondialindo. Dua perusahaan tersebut sebelumnya terungkap pada persidangan merupakan milik keluarga mantan ketua umum Partai Golkar itu.
"Jadi memang kita masih menggali informasi tersebut terlebih dahulu kita ingin klarifikasi," ujar Febri di gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Telisik mengenai status dua perusahaan tersebut juga didalami melalui kakak Setya Novanto, Setio Lelono. Febri mengatakan keterangan Setio juga akan diminta saat proses penyidikan kasus e-KTP.
Sama dengan dua anak Setya Novanto, Febri mengimbau agar Setio memenuhi panggilan penyidik KPK. Dia juga mengatakan agar tidak perlu khawatir menjalani pemeriksaan.
"Kita harap yang bersangkutan hadir karena pemeriksaan ini hanya sebagai saksi kita masih masih masih beberapa hal," tukasnya.
Diketahui sebelumnya, Dwina Michaella dan Reza Herwindo sebelumnya dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudiharjo. Mengingat, saat ini KPK tengah fokus terhadap PT Murakabi, peserta konsorsium proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
Namun kedua anak ketua umum Partai Golkar itu mangkir. Pada pekan sebelumnya, KPK telah memanggil keduanya, namun yang bersangkutan tidak hadir tanpa keterangan apapun.
Febri mengingatkan agar para saksi agar memenuhi panggilan. Menuruturnya, surat panggilan untuk saksi sudah disampaikan secara patut.
Reza dan Dwina ditengarai tahu soal yang merugikan negara Rp 2,3 trilium itu. Saat proyek e-KTP bergulir, Dwina dan Reza merupakan komisaris PT Murakabi Sejahtera, salah satu peserta tender proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri.
Murakabi membentuk konsorsium bersama perusahaan lainnya. Konsorsium Murakabi diduga sengaja dibentuk oleh Tim Fatmawati untuk mendampingi Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), yang disiapkan untuk menggarap proyek e-KTP.
Reza merupakan pemegang 30 saham PT Mondialindo Graha Perdana, bersama istri kedua Setnov, Deisti Astriani Tagor yang memiliki 50 persen saham. PT Mondialindo diketahui sebagai salah satu pemegang saham PT Murakabi.
Namun, dua perusahaan tersebut diklaim sudah dijual ke pihak lain. Setnov sendiri mengaku tak tahu bila ada nama-nama keluarganya dalam dua perusahaan tersebut.
Menurut Febri, penyidik KPK ingin mengorek keterangan dua anak Setnov terkait kepemilikan saham di dua perusahaan tersebut serta hal lain yang berkaitan dengan proyek e-KTP yang mulai dibahas sejak 2010 lalu.
"Jadi kita ingin tahu sejauh mana pengetahuan yang bersangkutan (Rheza dan Dwina) terkait kepemilikan perusahaan, saham-saham perusahaan dan juga hal-hal yang lain," tutur Febri.
KPK pun sudah memblokir rekening milik Setnov dan istrinya serta kedua anaknya tersebut sejak 2016. Pemblokiran ini berkaitan dengan penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP.
"Pemblokiran ataupun penyitaan dan lain-lain merupakan kewenangan penyidik sesuai hukum acara," ungkap Febri.
[mdk/dan/rki]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar