Baca Juga
SUASANA mencekam masih menyelimuti tepi barat jalur Gaza. Sebanyak 10 orang warga sipil terbunuh dalam bentrokan dengan tentara Israel pasca pengakuan Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Bentrokan berdarah ini mengingatkan pada sosok Rachel Aliene Corrie. Seorang aktivis perdamaian asal Amerika Serikat, yang tewas terlindas buldoser milik tentara Israel saat melakukan aksi di Jalur Gaza pada 2003. Corrie merupakan murid di Evergreen State College, salah satu sekolah yang letaknya di tempat tinggalnya, Olympia, Washington.
Wanita kelahiran 10 April 1979 itu bergabung dengan kelompok lokal Olympians for Peace and Solidarity. Sebuah organisasi pimpinan Palestina yang menggunakan cara-cara tanpa kekerasan untuk menantang taktik militer Israel di Tepi Barat dan Gaza.
Corrie bersama delapan aktivis lain dari Gerakan Solidaritas Internasional pro-Palestina (ISM) melindungi warga dari upaya menghentikan pembongkaran di kamp pengungsi Rafah.
Pada 16 Maret 2003, tepat saat usia 23 tahun, Corrie tewas terlindas buldoser saat menghalangi eksekusi pembongkaran rumah warga Palestina di kota Rafah. Buldoser tersebut diproduksi oleh Caterpillar, salah satu perusahaan manufaktur terbesar di dunia.
Kasusnya diselidiki pihak kepolisian Israel. Mereka mengaku warga Palestina bersenjata menggunakan bangunan untuk perlindungan saat menembak pasukan Israel yang berpatroli. Mereka juga menuding rumah-rumah warga dilengkapi terowongan untuk menyelundupkan senjata di bawah perbatasan Gaza-Mesir.
Pada 2005, orang tua Corrie mengajukan tuntutan perdata terhadap Israel. Israel disebut tidak melakukan penyelidikan serius dan kredibel terhadap kasus tersebut dan bertanggung jawab atas kematiannya.
Hakim Oded Gershon yang memimpin persidangan menolak tuntutan hukum perdata itu. Hakim Oded memutuskan bahwa kematian Corrie adalah kecelakaan, bukan karena kelalaian negara atau tentara Israel. Hakim juga tak menemukan kesalahan dalam penyelidikan internal militer Israel yang membersihkan sopir buldoser dari kesalahan apapun.
Hakim mengatakan pengemudinya tidak melihat aktivis Amerika tersebut. Bahkan menurut sopir buldoser itu, Corrie bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
"Dia (Corrie) tidak menjauhkan diri dari daerah itu, seperti yang dipikirkan orang lain. Dia secara sadar membahayakan dirinya sendiri." kata dia.
Dia memutuskan tidak ada pembenaran untuk menuntut negara membayar ganti rugi apapun. Keluarga Corrie juga tidak perlu membayar biaya.
Pada Agustus 2012, pengadilan Israel menolak tuntutan keluarga Corrie, dan menguatkan hasil penyelidikan militer tahun 2003, yang memutuskan bahwa pemerintah Israel tidak bertanggung jawab atas kematian Corrie. Keputusan tersebut mendapat kritik dari beberapa organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, termasuk para aktivis.
Mereka juga melakukan banding terhadap keputusan Agustus 2012 yang didengar pada tanggal 21 Mei 2014. Pada tanggal 14 Februari 2015, Mahkamah Agung Israel menolak permohonan banding tersebut.
Bentrokan berdarah ini mengingatkan pada sosok Rachel Aliene Corrie. Seorang aktivis perdamaian asal Amerika Serikat, yang tewas terlindas buldoser milik tentara Israel saat melakukan aksi di Jalur Gaza pada 2003. Corrie merupakan murid di Evergreen State College, salah satu sekolah yang letaknya di tempat tinggalnya, Olympia, Washington.
Wanita kelahiran 10 April 1979 itu bergabung dengan kelompok lokal Olympians for Peace and Solidarity. Sebuah organisasi pimpinan Palestina yang menggunakan cara-cara tanpa kekerasan untuk menantang taktik militer Israel di Tepi Barat dan Gaza.
Corrie bersama delapan aktivis lain dari Gerakan Solidaritas Internasional pro-Palestina (ISM) melindungi warga dari upaya menghentikan pembongkaran di kamp pengungsi Rafah.
Pada 16 Maret 2003, tepat saat usia 23 tahun, Corrie tewas terlindas buldoser saat menghalangi eksekusi pembongkaran rumah warga Palestina di kota Rafah. Buldoser tersebut diproduksi oleh Caterpillar, salah satu perusahaan manufaktur terbesar di dunia.
Kasusnya diselidiki pihak kepolisian Israel. Mereka mengaku warga Palestina bersenjata menggunakan bangunan untuk perlindungan saat menembak pasukan Israel yang berpatroli. Mereka juga menuding rumah-rumah warga dilengkapi terowongan untuk menyelundupkan senjata di bawah perbatasan Gaza-Mesir.
Pada 2005, orang tua Corrie mengajukan tuntutan perdata terhadap Israel. Israel disebut tidak melakukan penyelidikan serius dan kredibel terhadap kasus tersebut dan bertanggung jawab atas kematiannya.
Hakim Oded Gershon yang memimpin persidangan menolak tuntutan hukum perdata itu. Hakim Oded memutuskan bahwa kematian Corrie adalah kecelakaan, bukan karena kelalaian negara atau tentara Israel. Hakim juga tak menemukan kesalahan dalam penyelidikan internal militer Israel yang membersihkan sopir buldoser dari kesalahan apapun.
Hakim mengatakan pengemudinya tidak melihat aktivis Amerika tersebut. Bahkan menurut sopir buldoser itu, Corrie bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
"Dia (Corrie) tidak menjauhkan diri dari daerah itu, seperti yang dipikirkan orang lain. Dia secara sadar membahayakan dirinya sendiri." kata dia.
Dia memutuskan tidak ada pembenaran untuk menuntut negara membayar ganti rugi apapun. Keluarga Corrie juga tidak perlu membayar biaya.
Pada Agustus 2012, pengadilan Israel menolak tuntutan keluarga Corrie, dan menguatkan hasil penyelidikan militer tahun 2003, yang memutuskan bahwa pemerintah Israel tidak bertanggung jawab atas kematian Corrie. Keputusan tersebut mendapat kritik dari beberapa organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, termasuk para aktivis.
Mereka juga melakukan banding terhadap keputusan Agustus 2012 yang didengar pada tanggal 21 Mei 2014. Pada tanggal 14 Februari 2015, Mahkamah Agung Israel menolak permohonan banding tersebut.
[mdk/noe/rki]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar