Breaking

Senin, 18 Desember 2017

KPK cermati pengakuan mantan Dirjen Hubla setor uang ke Paspampres

Baca Juga

JAKARTA -- Mantan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono mengaku memberikan uang kepada Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) sebesar Rp 100-150 juta. Uang itu untuk operasional Paspampres setiap kali pihaknya mengundang Presiden Joko Widodo. Fakta itu terungkap di persidangan Tipikor, Jakarta.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengamati dengan seksama setiap fakta persidangan yang muncul. "Tentu kami nanti simak dulu fakta-fakta persidangannya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (18/12/2017).

Pengakuan Tonny Budiono itu disampaikan saat dia dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan. Adi Putra didakwa menyuap Tonny Budiono Rp 2,3 miliar terkait pelaksanaan pekerjaan pengerukan pelabuhan dan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK).

Febri menuturkan, dari pemeriksaan kasus dengan tersangka Tonny Budiono, KPK masih menelusuri terkait uang suap dan memeriksa pihak-pihak lain untuk melengkapi berkas.

"Pertama adalah asal usul sejumlah yang diterima. Tentu kami perlu melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak lain," tuturnya.

Febri tidak ingin buru-buru menyimpulkan soal kemungkinan Adi Putra Kurniawan juga memberikan suap kepada pihak lainnya.

"Secara bertahap tentu kami akan lihat juga informasi apa yang dapat kami gali lebih lanjut. Namun, fakta persidangan tentu perlu kami simak satu persatu lebih dulu," ucap Febri.

Adi Putra Kurniawan didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

(mdk/noe/rki]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar