Baca Juga
JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor melanjutkan sidang perdana Setya Novanto atas kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Hakim mempersilakan jaksa membacakan dakwaan Novanto.
Setya Novanto didakwa oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkaya diri sendiri dan orang lain terkait proyek e-KTP. Mantan Ketua DPR itu didakwa memperkaya diri sendiri sebesar USD 7.300.000. Tidak hanya itu, Novanto juga disebut menerima hadiah lainnya.
"Bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dengan total penerimaan uang USD 7,300,000 dengan penerimaan lainnya berupa jam tangan merek Richard Mille seri RM011 seharga USD 135,000," ucap jaksa penuntut umum Irene Putri saat membacakan surat dakwaan milik Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2017).
Jaksa menjelaskan, sebelum proyek e-KTP berjalan, dua terdakwa kasus yang sama Irman dan Sugiharto menemui Setya Novanto bersama Diah Anggraeni, sekretaris jenderal Kemendagri, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, di Grand Melia Hotel. Pertemuan pada pukul 06.00 WIB itu menginformasikan adanya proyek e-KTP. Irman, Sugiharto, Diah yang notabene pejabat di Kementerian Dalam Negeri serta Andi Agustinus alias Andi Narogong meminta dukungan kepada Setya Novanto dalam permasalahan anggaran di DPR.
Pria yang akrab disapa Setnov itu memberikan respon positif dengan menyampaikan pihaknya akan mendukung proyek yang diketok dengan anggaran Rp 5,9 Triliun.
Menindaklanjuti pertemuan di Hotel Gran Melia, beberapa hari kemudian Setya Novanto kembali melakukan pertemuan di ruang kerjanya di gedung DPR lantai 12. Di sana ada Andi Narogong dan Irman yang saat itu menjabat Dirjen Dukcapil Kemendagri. Pertemuan guna membicarakan kepastian kesiapan anggaran untuk pekerjaan proyek e-KTP.
Pada pertemuan itu Andi Narogong bertanya kepada Setnov mengenai kelanjutan anggaran untuk e-KTP di DPR. Sebab, Andi menilai Irman ragu dalam pengerjaannya lantaran khawatir anggaran tidak akan tercapai.
"Pak Nov, bagaimana ini anggaran supaya pak Pak Irman ini enggak ragu-ragu untuk mempersiapkan langkah-langkah?" ucap jaksa menirukan Andi.
"Ini sedang kita koordinasikan," jawab Setnov kala itu.
Pertemuan ketiganya pun selesai, namun sesaat sebelum Irman dan Andi pulang, Setnov berpesan kepada Irman agar menanyakan segala perkembangan pengerjaan e-KTP kepada Andi.
Dalam dakwaan juga disampaikan bahwa Andi Narogong sebagai orang yang memiliki kedekatan dengan mantan ketua Fraksi Golkar itu.
Selanjutnya, Setnov kembali memanggil Andi Narogong ke ruang kerjanya untuk diperkenalkan dengan Mirwan Amir. Saat itu, politisi Demokrat itu menjabat sebagai wakil ketua Badan Anggaran (Banggar). Usai diperkenalkan dengan Mirwan, Andi diarahkan untuk membentuk sebuah konsorsium atau perusahaan gabungan untuk menentukan harga barang dalam proyek e-KTP.
Pada akhir April 2010, Setya Novanto memperkenalkan Andi Narogong kepada Chairuman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR RI di ruang Fraksi Golkar Lantai 12 Gedung DPR. Andi diperkenalkan sebagai pengusaha yang akan ikut mengerjakan proyek e-KTP.
Diperkenalkan Setnov kepada Chairuman, Andi bersedia memberikan jatah 5 persen dari nilai kontrak kepada DPR jika proses penganggarannya dilancarkan. Proses penganggaran pun mulus.
Andi kemudian berkomunikasi dengan beberapa pengusaha untuk gabung menjadi peserta konsorsium e-KTP. Peserta konsorsium pun diperkenalkan Andi kepada Setnov. Salah satunya Johannes Marliem vendor penyedia AFIS merek L-1, Anang Sugiana Sudiharjo selaku Dirut PT Quadra Solution.
Johannes Marliem dan Anang juga sepakat membayar 'tanggungan' mereka untuk memberikan jatah kepada Setnov.
Guna melaksanakan kesepakatan tersebut, selanjutnya Johannes Marilem dan Anang Sugiana Sudihardjo mengirimkan uang kepada Novanto dengan terlebih dahulu disamarkan menggunakan beberapa nomor rekening perusahaan dan money changer baik di dalam maupun di luar negeri.
Uang tersebut selanjutnya diterima oleh Setnov dengan cara dan perincian sebagai berikut:
Diterima melalui Made oka Masagung, mantan komisaris PT Gunung Agung, seluruhnya berjumlah USD 3.800.000 melalui rekening OCBC Center Branch atas nama OEM Investment, PT, Ltd. Kemudian kembali ditransfer sejumlah USD 1.800.000 melalui rekening Delta Energy, di Bank DBS Singapura, dan sejumlah USD 2.000.000.
Selain melalui Made, uang juga diterima melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Novanto, pada 19 Januari - 19 Februari 2012 seluruhnya berjumlah USD 3.500.000.
"Sehingga total uang yang diterima terdakwa baik melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun melalui Made oka Masagung seluruhnya berjumlah USD 7.300.000," ucap jaksa.
Setya Novanto didakwa oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkaya diri sendiri dan orang lain terkait proyek e-KTP. Mantan Ketua DPR itu didakwa memperkaya diri sendiri sebesar USD 7.300.000. Tidak hanya itu, Novanto juga disebut menerima hadiah lainnya.
"Bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dengan total penerimaan uang USD 7,300,000 dengan penerimaan lainnya berupa jam tangan merek Richard Mille seri RM011 seharga USD 135,000," ucap jaksa penuntut umum Irene Putri saat membacakan surat dakwaan milik Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2017).
Jaksa menjelaskan, sebelum proyek e-KTP berjalan, dua terdakwa kasus yang sama Irman dan Sugiharto menemui Setya Novanto bersama Diah Anggraeni, sekretaris jenderal Kemendagri, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, di Grand Melia Hotel. Pertemuan pada pukul 06.00 WIB itu menginformasikan adanya proyek e-KTP. Irman, Sugiharto, Diah yang notabene pejabat di Kementerian Dalam Negeri serta Andi Agustinus alias Andi Narogong meminta dukungan kepada Setya Novanto dalam permasalahan anggaran di DPR.
Pria yang akrab disapa Setnov itu memberikan respon positif dengan menyampaikan pihaknya akan mendukung proyek yang diketok dengan anggaran Rp 5,9 Triliun.
Menindaklanjuti pertemuan di Hotel Gran Melia, beberapa hari kemudian Setya Novanto kembali melakukan pertemuan di ruang kerjanya di gedung DPR lantai 12. Di sana ada Andi Narogong dan Irman yang saat itu menjabat Dirjen Dukcapil Kemendagri. Pertemuan guna membicarakan kepastian kesiapan anggaran untuk pekerjaan proyek e-KTP.
Pada pertemuan itu Andi Narogong bertanya kepada Setnov mengenai kelanjutan anggaran untuk e-KTP di DPR. Sebab, Andi menilai Irman ragu dalam pengerjaannya lantaran khawatir anggaran tidak akan tercapai.
"Pak Nov, bagaimana ini anggaran supaya pak Pak Irman ini enggak ragu-ragu untuk mempersiapkan langkah-langkah?" ucap jaksa menirukan Andi.
"Ini sedang kita koordinasikan," jawab Setnov kala itu.
Pertemuan ketiganya pun selesai, namun sesaat sebelum Irman dan Andi pulang, Setnov berpesan kepada Irman agar menanyakan segala perkembangan pengerjaan e-KTP kepada Andi.
Dalam dakwaan juga disampaikan bahwa Andi Narogong sebagai orang yang memiliki kedekatan dengan mantan ketua Fraksi Golkar itu.
Selanjutnya, Setnov kembali memanggil Andi Narogong ke ruang kerjanya untuk diperkenalkan dengan Mirwan Amir. Saat itu, politisi Demokrat itu menjabat sebagai wakil ketua Badan Anggaran (Banggar). Usai diperkenalkan dengan Mirwan, Andi diarahkan untuk membentuk sebuah konsorsium atau perusahaan gabungan untuk menentukan harga barang dalam proyek e-KTP.
Pada akhir April 2010, Setya Novanto memperkenalkan Andi Narogong kepada Chairuman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR RI di ruang Fraksi Golkar Lantai 12 Gedung DPR. Andi diperkenalkan sebagai pengusaha yang akan ikut mengerjakan proyek e-KTP.
Diperkenalkan Setnov kepada Chairuman, Andi bersedia memberikan jatah 5 persen dari nilai kontrak kepada DPR jika proses penganggarannya dilancarkan. Proses penganggaran pun mulus.
Andi kemudian berkomunikasi dengan beberapa pengusaha untuk gabung menjadi peserta konsorsium e-KTP. Peserta konsorsium pun diperkenalkan Andi kepada Setnov. Salah satunya Johannes Marliem vendor penyedia AFIS merek L-1, Anang Sugiana Sudiharjo selaku Dirut PT Quadra Solution.
Johannes Marliem dan Anang juga sepakat membayar 'tanggungan' mereka untuk memberikan jatah kepada Setnov.
Guna melaksanakan kesepakatan tersebut, selanjutnya Johannes Marilem dan Anang Sugiana Sudihardjo mengirimkan uang kepada Novanto dengan terlebih dahulu disamarkan menggunakan beberapa nomor rekening perusahaan dan money changer baik di dalam maupun di luar negeri.
Uang tersebut selanjutnya diterima oleh Setnov dengan cara dan perincian sebagai berikut:
Diterima melalui Made oka Masagung, mantan komisaris PT Gunung Agung, seluruhnya berjumlah USD 3.800.000 melalui rekening OCBC Center Branch atas nama OEM Investment, PT, Ltd. Kemudian kembali ditransfer sejumlah USD 1.800.000 melalui rekening Delta Energy, di Bank DBS Singapura, dan sejumlah USD 2.000.000.
Selain melalui Made, uang juga diterima melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Novanto, pada 19 Januari - 19 Februari 2012 seluruhnya berjumlah USD 3.500.000.
"Sehingga total uang yang diterima terdakwa baik melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun melalui Made oka Masagung seluruhnya berjumlah USD 7.300.000," ucap jaksa.
Atas perbuatannya Setnov didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 undang undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto pasal 55 ayat satu kesatu KUHP.
[mdk/noe/rki]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar