Breaking

Kamis, 21 Desember 2017

Sidang Kedua Setnov Sehat, KPK Harap Tak Ada Drama Sakit Lagi

Baca Juga

JAKARTA -- Dalam sidang lanjutan e-KTP, Setya Novanto terlihat tidak lagi mengalami gangguan kesehatan. Mengenakan batik cokelat dan kacamata, senyumnya merekah dalam pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah bersyukur tidak ada drama yang ditunjukan mantan ketum Golkar itu dalam sidang kedua ini.

"Kita sama-sama bersyukur terdakwa dalam keadaan sehat berbeda sekali persidangan yang kedua dengan persidangan yang pertama," ujar dia di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (20/12).

Mantan aktivis ICW ini mengatakan hal itu memberikan sinyal bagus tidak akan terjadi drama-drama yang dimainkan mantan ketua DPR itu dalam sidang-sidang berikutnya. Seperti drama sakit yang dipertontonkan dalam sidang perdananya.

"Semoga ini jadi sinyal baik sehingga proses persidangan ke depan akan berjalan dengan lebih baik tanpa harus ada kejadian-kejadian sakit pemeriksaan dokter lain sehingga fokusnya kepada pembuktian pokok perkara," imbuh dia.

Sementara itu, Febri mengatakan pihaknya akan mempersiapkan jawaban-jawaban untuk agenda persidangan mendatang. Dia mengatakan sebagian besar apa yang disampaikan dalam eksepsi hari ini tidak jauh beda dengan yang dipersoalkan sebelumnya.

"Kami sudah dengar eksepsi dan penuntut umum akan mempersiapkan jawaban selengkap mungkin yang akan disampaikan pada agenda persidangan Minggu depan," kata Febri.

"Dari beberapa yang disampaikan kita tahu alasan yang dikemukakan sebagian sudah sering muncul sebelumnya misal terkait dengan putusan praperadilan seolah penyidikan kedua terhadap SN tidak sah itu sudah lama jadi perdebatan dan jadi persoalan dalam praperadilan kemarin yang digugurkan oleh hakim," katanya.


Protes Setnov didakwa punya tiga peran berbeda dalam kasus e-KTP

Tak seperti sidang perdana yang penuh drama, sidang kedua Setya Novanto dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP berlangsung lancar. Mengenakan batik paduan warna coklat dan emas, mantan ketua DPR dan ketua umum Partai Golkar itu tampak bugar mengikuti jalannya persidangan. Setnov mempertanyakan dakwaan JPU saat penyampaian eksepsi.

Eksepsi atau sanggahan terhadap dakwaan jaksa dibacakan tim kuasa hukum Setnov yang dipimpin Maqdir Ismail. Salah satu poin yang menjadi pertanyaan adalah peran Setya Novanto pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Maqdir menilai, jaksa penuntut umum pada KPK tidak konsisten dalam mendakwa peran kliennya tersebut. Sebab, dari surat dakwaan milik tiga terdakwa pada kasus yang sama; Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, peran mantan Ketua Umum Partai Golkar itu berbeda-beda.

"Peran terdakwa dalam dakwaan Irman, Sugiharto, berperan mengarahkan perusahaan yang ikut serta dalam tender, dalam surat dakwaan Andi berperan mengatur dan memenangkan perusahaan yang ikut tender, dalam surat dakwaan Setya Novanto berperan melakukan intervensi," katanya saat membacakan nota eksepsi tim kuasa hukum di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/12).

Perbedaan peran Setya Novanto pada proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun, dianggap Maqdir sebagai ketidakcermatan jaksa penuntut umum pada KPK dalam menyusun surat dakwaan.

Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 143 Ayat 2 Huruf b KUHAP yang berbunyi, 'uraian secara cermat jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwa kan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan'.

"Uraian peran dalam ketiga surat terdakwa terdapat perbuatan materil yang berbeda, tidak sesuai surat dakwaan, sesuai Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP," ujar Maqdir.

Dalam kasus ini, JPU sebelumnya mendakwa Setnov telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Setya Novanto didakwa memperkaya diri sendiri sebesar USD 7.300.000 dan mendapat sebuah jam tangan mewah merek Richard Mille seharga Rp 1,3 miliar.

Pria yang kerap disapa Setnov tersebut didakwa oleh jaksa penuntut umum pada KPK dengan pasal 2 ayat 1 huruf a atau pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Saat dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan hal itu terjadi lantaran perbuatan yang dilakukan memang berbeda.

"Dakwaan yang digunakan untuk terdakwa SN tentulah dakwaan SN. Karena itulah yang akan dibuktikan nantinya. Karena perbuatan Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus berbeda dengan perbuatan SN," ujar Febri dalam keterangan tertulis, Rabu (20/12).

Febri menambahkan meski demikian, secara konstruksi dakwaan nilai kerugian tetap sama yaitu Rp 2,3 triliun. "Namun secara umum konstruksi dakwaan tetap sama dengan kerugian negara Rp 2,3 T," imbuh dia.

[mdk/bal/rki]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar