Baca Juga
BijakNews.com -- Di tengah meluasnya unjuk rasa di Iran dalam sepekan terakhir, Presiden Hassan Rouhani menyebut ada campur tangan asing di balik demonstrasi yang menelan 21 korban jiwa ini.
"Musuh-musuh Republik Islam Iran marah melihat kehebatan, kesuksesan, dan kemajuan bangsa Iran, dan mereka bertekad membawa masalah kawasan ke Iran, tapi rakyat dan pemimpin Iran akan menghadapinya," kata dia.
Kementerian Luar Negeri Rusia yang selama ini menjadi sekutu Iran juga mengatakan hal senada.
"Campur tangan dari luar yang mengacaukan situasi di Iran tidak bisa diterima," kata pernyataan Kementerian Luar negeri Rusia.
Apa yang terjadi di Iran ini mengingatkan pada yang pernah dialami Suriah di Daraa pada Maret 2011. Sekelompok pengunjuk rasa antipemerintah bersenjata melepaskan tembakan ke arah polisi hingga memicu konflik lebih luas. Aparat keamanan merespons situasi dengan membalas tindakan para pendemo yang didukung Amerika Serikat itu dengan menangkapi sejumlah pengunjuk rasa.
Kelompok oposisi Suriah kemudian menggalang kekuatan didukung AS hingga saat ini.
Apa yang terjadi di Daraa dengan cepat merembet ke berbagai wilayah di Suriah hingga memicu konflik yang selama tujuh tahun ini belum berkesudahan hingga sekarang.
Kejadian serupa juga berlangsung di Kiev, Ukraina -pada akhir 2013. Awal 2014 unjuk rasa antipemerintah berujung kerusuhan merebak di Kiev.
Gejolak dimulai saat sang Presiden Viktor Yanukovych enggan bekerja sama soal ekonomi dengan negara-negara tergabung di Uni Eropa lantaran tak ingin mengkhianati hubungan dagang mesra bersama Rusia. Pengunjuk rasa didukung AS yang awalnya berjumlah ratusan dalam dua bulan meningkat menjadi puluhan ribu.
Menteri Dewan Keamanan Nasional Iran Ali Shamkhani mengatakan perang 'perpanjangan tangan' sedang terjadi di Iran, baik di jalanan maupun di media sosial. Dia menyebut AS, Inggris, dan Arab Saudi, berada di balik kerusuhan.
"Dari hasil analisis kami, sekitar 27 persen tanda pagar melawan Iran berasal dari pemerintah Saudi," kata dia.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel menyuarakan dukungan kepada para pendemo.
Sekelompok kecil pendemo bertanggung jawab memicu kerusuhan dan kekerasan, kata Rouhani.
Meski kemarin Pasukan Garda Revolusi menyatakan demo antipemerintah sudah berakhir setelah massa pro-pemerintah menggelar unjuk rasa tandingan di sejumlah kota sehari sebelumnya, namun bukan mustahil perlawanan dari kelompok antipemerintah akan padam.
Seperti di Suriah dan menilik sejarah keterlibatan CIA dalam pergantian rezim di Iran, AS tentu sedang mengamati betul situasi di Iran dan jika kesempatan untuk campur tangan itu muncul, bukan tidak mungkin Iran akan bernasib serupa Suriah.
"Musuh-musuh Republik Islam Iran marah melihat kehebatan, kesuksesan, dan kemajuan bangsa Iran, dan mereka bertekad membawa masalah kawasan ke Iran, tapi rakyat dan pemimpin Iran akan menghadapinya," kata dia.
Kementerian Luar Negeri Rusia yang selama ini menjadi sekutu Iran juga mengatakan hal senada.
"Campur tangan dari luar yang mengacaukan situasi di Iran tidak bisa diterima," kata pernyataan Kementerian Luar negeri Rusia.
Apa yang terjadi di Iran ini mengingatkan pada yang pernah dialami Suriah di Daraa pada Maret 2011. Sekelompok pengunjuk rasa antipemerintah bersenjata melepaskan tembakan ke arah polisi hingga memicu konflik lebih luas. Aparat keamanan merespons situasi dengan membalas tindakan para pendemo yang didukung Amerika Serikat itu dengan menangkapi sejumlah pengunjuk rasa.
Kelompok oposisi Suriah kemudian menggalang kekuatan didukung AS hingga saat ini.
Apa yang terjadi di Daraa dengan cepat merembet ke berbagai wilayah di Suriah hingga memicu konflik yang selama tujuh tahun ini belum berkesudahan hingga sekarang.
Kejadian serupa juga berlangsung di Kiev, Ukraina -pada akhir 2013. Awal 2014 unjuk rasa antipemerintah berujung kerusuhan merebak di Kiev.
Gejolak dimulai saat sang Presiden Viktor Yanukovych enggan bekerja sama soal ekonomi dengan negara-negara tergabung di Uni Eropa lantaran tak ingin mengkhianati hubungan dagang mesra bersama Rusia. Pengunjuk rasa didukung AS yang awalnya berjumlah ratusan dalam dua bulan meningkat menjadi puluhan ribu.
Menteri Dewan Keamanan Nasional Iran Ali Shamkhani mengatakan perang 'perpanjangan tangan' sedang terjadi di Iran, baik di jalanan maupun di media sosial. Dia menyebut AS, Inggris, dan Arab Saudi, berada di balik kerusuhan.
"Dari hasil analisis kami, sekitar 27 persen tanda pagar melawan Iran berasal dari pemerintah Saudi," kata dia.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel menyuarakan dukungan kepada para pendemo.
Sekelompok kecil pendemo bertanggung jawab memicu kerusuhan dan kekerasan, kata Rouhani.
Meski kemarin Pasukan Garda Revolusi menyatakan demo antipemerintah sudah berakhir setelah massa pro-pemerintah menggelar unjuk rasa tandingan di sejumlah kota sehari sebelumnya, namun bukan mustahil perlawanan dari kelompok antipemerintah akan padam.
Seperti di Suriah dan menilik sejarah keterlibatan CIA dalam pergantian rezim di Iran, AS tentu sedang mengamati betul situasi di Iran dan jika kesempatan untuk campur tangan itu muncul, bukan tidak mungkin Iran akan bernasib serupa Suriah.
[mdk/pan/rki]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar