Baca Juga
PADANG – Rencana Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menaikkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (BBKB) harus diperhitungkan dengan matang. Kenaikan pajak akan berdampak kepada kenaikan harga dan penurunan penggunaan bahan bakar yang dikenakan pajak.
Rencana kenaikan pajak BBKB tersebut oleh pemerintah provinsi diawali dengan perubahan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak BBKB. Ranpenda tersebut telah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan masuk dalam Program pembentukan Peraturan Daerah (Propem Perda) tahun 2018.
Pembahasan awal perubahan Perda tersebut dilakukan Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat dengan melakukan rapat bersama mitra kerja terkait serta dari perwakilan dari PT Pertamina Manager Operation Region (MOR) I Medan, Kamis (11/1/2018).
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat Afrizal mengingatkan pemerintah provinsi harus melakukan kajian yang matang. Dia menegaskan, rencana kenaikan dari 5 persen menjadi 10 persen bukanlah nilai yang kecil.
"Pemerintah provinsi harus melakukan kajian dengan menghimpun data yang jelas, agar kenaikan pajak BBKB tersebut nantinya betul-betul dapat mendongkrak pendapatan tanpa menimbulkan dampak negatif," katanya.
Dia juga meminta pihak Pertamina untuk memberikan data yang akurat sehingga bisa dilakukan penghitungan yang valid terhadap potensi pendapatan. Perbandingan penggunaan bahan bakar untuk umum dengan bahan bakar khusus yang disubsidi harus dipertimbangkan berikut kemungkinan terjadinya pengalihan penggunaan dari bahan bakar non subsidi kepada BBM bersubsidi.
Sigit Wicaksono, Eksekutif Ritel Pertamina MOR I Wilayah Padang menjelaskan, kenaikan pajak akan berdampak kepada kenaikan harga sehingga disparitas harga antara BBM khusus dengan BBM umum. bahan bakar khusus merupakan BBM penugasan yang harganya sudah disubsidi oleh pemerintah yaitu Premium dan Solar. Sedangkan BBM umum yaitu Pertamax, Pertamax Dex, Pertamax Turbo dan Pertalite.
"Pasti akan berdampak kepada kenaikan dan disparitas harga yang terlalu tinggi akan berimbas kepada peningkatan konsumsi bahan bakar khusus," terangnya.
Dia mengingatkan, disparitas harga menyebabkan konsumsi bahan bakar umum akan menurun sehingga harapan terjadi kenaikan pendapatan dari pajak justru akan menjadi berkurang. Sigit mengingatkan pemerintah daerah untuk memperhitungkan rencana kenaikan dengan baik agar tidak terlalu berdampak kepada disparitas harga yang akhirnya justru menyebabkan penurunan.
Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Provinsi Sumatera Barat Zaenuddin, diwawancara usai rapat kerja dengan Komisi II menjelaskan, rencana kenaikan dari 5 persen menjadi 10 persen sudah rasional. Sebab menurutnya, asumsi konsumen pengguna bahan bakar non subsidi adalah kalangan menengah ke atas.
"Kami ingin meyakinkan DPRD bahwa Rencana kenaikan ini sudah rasional, namun proses pembahasan masih berjalan. Asumsi kita, pengguna bahan bakar non subsidi adalah kalangan menengah ke atas," katanya.
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat mengingatkan PT Pertamina untuk menjamin pasokan bahan bakar ke seluruh wilayah tidak tersendat. Selain itu, hendaknya juga dilakukan pengawasan terhadap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) agar penjualan BBM tepat sasaran.
Hal itu mengemuka saat rapat Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat dengan mitra kerja dari instansi pemerintah daerah dan perwakilan PT Pertamina Manager Operation Region (MOR) I wilayah Sumatera Barat, Kamis (11/1). Rapat tersebut merupakan pembahasan awal rencana perubahan Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB).
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat Afrizal mengungkapkan, masih banyak keluhan dari masyarakat terkait ketiadaan BBM di SPBU di sejumlah daerah. Kondisi itu tentunya berdampak kepada aktifitas masyarakat terutama untuk mobilitasi perekonomian.
"Keluhan mengenai kelangkaan ini masih kami dengar, terutama dari daerah yang jauh dari jalur distribusi seperti di Pasaman Barat dan Pesisir Selatan. Kondisi ini hendaknya dapat diatasi karena dampaknya cukup besar bagi pergerakan ekonomi masyarakat," ungkapnya.
Afrizal mengakui faktor yang menyebabkan kondisi itu tidak mutlak bersumber dari tersendatnya pasokan dari PT Pertamina. Kondisi di lapangan, ada SPBU yang stok persediaannya sudah habis namun di sekitar SPBU didapati pedagang eceran menjual BBM jenis Premium dan Solar.
"Kami merasa aneh melihat kondisi ini, dimana stok Premium dan Solar di SPBU sudah habis tapi di pinggir jalan di sekitar SPBU banyak berjejer pedagang eceran," ujarnya.
Untuk itu dia meminta pihak Pertamina untuk meningkatkan pengawasan terhadap SPBU yang tidak patuh kepada aturan dengan melayani pembelian Premium dan Solar dengan jerigen tanpa ada surat resmi dari instansi terkait sesuai ketentuan.
Eksekutif Ritel Pertamina MOR I Medan wilayah Sumatera Barat Sigit Wicaksono dalam rapat tersebut menjelaskan, sejauh ini penyaluran BBM di wilayah Sumatera Barat lancar dan mencukupi. Pengawasan pun tetap dilakukan sesuai dengan kewenangan dan ketentuan.
"Namun banyak faktor yang menyebabkan hal itu masih terjadi karena SPBU berhadapan langsung dengan masyarakat," terangnya.
Sanksi pemutusan sementara distribusi BBM dari depot Pertamina kepada SPBU yang bermasalah juga harus mempertimbangkan banyak hal. Kalau ada SPBU lain yang terdekat, maka quota BBM untuk SPBU bermasalah tersebut bisa didistribusikan ke SPBU terdekat agar kebutuhan masyarakat bisa tetap terpenuhi.
"Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, pemutusan distribusi sementara sebagai sanksi yang mestinya enam hari misalnya, terpaksa diperpendek menjadi dua hari karena tidak ada SPBU terdekat sehingga masyarakat kesulitan BBM," ujarnya.
Sigit menegaskan, Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan tanggungjawab menyediakan bahan bakar untuk masyarakat akan terus berupaya memenuhi tanggungjawab tersebut. Dia mengajak pemerintah dan aparat keamanan serta masyarakat untuk ikut bersama-sama melakukan pengawasan agar tidak terjadi tindak pelanggaran hukum dalam distribusi BBM.
Rapat kerja tersebut digelar Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat dalam rangka mengawali pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) perubahan Perda nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB). Ranperda tersebut diusulkan oleh Pemerintah Provinsi ke DPRD dan masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propem Perda) tahun 2018.
Rencana kenaikan pajak BBKB tersebut oleh pemerintah provinsi diawali dengan perubahan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak BBKB. Ranpenda tersebut telah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan masuk dalam Program pembentukan Peraturan Daerah (Propem Perda) tahun 2018.
Pembahasan awal perubahan Perda tersebut dilakukan Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat dengan melakukan rapat bersama mitra kerja terkait serta dari perwakilan dari PT Pertamina Manager Operation Region (MOR) I Medan, Kamis (11/1/2018).
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat Afrizal mengingatkan pemerintah provinsi harus melakukan kajian yang matang. Dia menegaskan, rencana kenaikan dari 5 persen menjadi 10 persen bukanlah nilai yang kecil.
"Pemerintah provinsi harus melakukan kajian dengan menghimpun data yang jelas, agar kenaikan pajak BBKB tersebut nantinya betul-betul dapat mendongkrak pendapatan tanpa menimbulkan dampak negatif," katanya.
Dia juga meminta pihak Pertamina untuk memberikan data yang akurat sehingga bisa dilakukan penghitungan yang valid terhadap potensi pendapatan. Perbandingan penggunaan bahan bakar untuk umum dengan bahan bakar khusus yang disubsidi harus dipertimbangkan berikut kemungkinan terjadinya pengalihan penggunaan dari bahan bakar non subsidi kepada BBM bersubsidi.
Sigit Wicaksono, Eksekutif Ritel Pertamina MOR I Wilayah Padang menjelaskan, kenaikan pajak akan berdampak kepada kenaikan harga sehingga disparitas harga antara BBM khusus dengan BBM umum. bahan bakar khusus merupakan BBM penugasan yang harganya sudah disubsidi oleh pemerintah yaitu Premium dan Solar. Sedangkan BBM umum yaitu Pertamax, Pertamax Dex, Pertamax Turbo dan Pertalite.
"Pasti akan berdampak kepada kenaikan dan disparitas harga yang terlalu tinggi akan berimbas kepada peningkatan konsumsi bahan bakar khusus," terangnya.
Dia mengingatkan, disparitas harga menyebabkan konsumsi bahan bakar umum akan menurun sehingga harapan terjadi kenaikan pendapatan dari pajak justru akan menjadi berkurang. Sigit mengingatkan pemerintah daerah untuk memperhitungkan rencana kenaikan dengan baik agar tidak terlalu berdampak kepada disparitas harga yang akhirnya justru menyebabkan penurunan.
Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Provinsi Sumatera Barat Zaenuddin, diwawancara usai rapat kerja dengan Komisi II menjelaskan, rencana kenaikan dari 5 persen menjadi 10 persen sudah rasional. Sebab menurutnya, asumsi konsumen pengguna bahan bakar non subsidi adalah kalangan menengah ke atas.
"Kami ingin meyakinkan DPRD bahwa Rencana kenaikan ini sudah rasional, namun proses pembahasan masih berjalan. Asumsi kita, pengguna bahan bakar non subsidi adalah kalangan menengah ke atas," katanya.
Terkait kemungkinan beralihnya pengguna BBM dari non subsidi ke BBM subsidi, dia mengakui bisa saja terjadi dan diperkirakan angkanya sekitar 40 persen. Hal itu juga sudah diperhitungkan sehingga dari kenaikan tersebut target peningkatan hanya dipatok sekitar 60 persen.
DPRD Sumbar Ingatkan Pertamina Jamin Pasokan BBM
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat mengingatkan PT Pertamina untuk menjamin pasokan bahan bakar ke seluruh wilayah tidak tersendat. Selain itu, hendaknya juga dilakukan pengawasan terhadap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) agar penjualan BBM tepat sasaran.
Hal itu mengemuka saat rapat Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat dengan mitra kerja dari instansi pemerintah daerah dan perwakilan PT Pertamina Manager Operation Region (MOR) I wilayah Sumatera Barat, Kamis (11/1). Rapat tersebut merupakan pembahasan awal rencana perubahan Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB).
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat Afrizal mengungkapkan, masih banyak keluhan dari masyarakat terkait ketiadaan BBM di SPBU di sejumlah daerah. Kondisi itu tentunya berdampak kepada aktifitas masyarakat terutama untuk mobilitasi perekonomian.
"Keluhan mengenai kelangkaan ini masih kami dengar, terutama dari daerah yang jauh dari jalur distribusi seperti di Pasaman Barat dan Pesisir Selatan. Kondisi ini hendaknya dapat diatasi karena dampaknya cukup besar bagi pergerakan ekonomi masyarakat," ungkapnya.
Afrizal mengakui faktor yang menyebabkan kondisi itu tidak mutlak bersumber dari tersendatnya pasokan dari PT Pertamina. Kondisi di lapangan, ada SPBU yang stok persediaannya sudah habis namun di sekitar SPBU didapati pedagang eceran menjual BBM jenis Premium dan Solar.
"Kami merasa aneh melihat kondisi ini, dimana stok Premium dan Solar di SPBU sudah habis tapi di pinggir jalan di sekitar SPBU banyak berjejer pedagang eceran," ujarnya.
Untuk itu dia meminta pihak Pertamina untuk meningkatkan pengawasan terhadap SPBU yang tidak patuh kepada aturan dengan melayani pembelian Premium dan Solar dengan jerigen tanpa ada surat resmi dari instansi terkait sesuai ketentuan.
Eksekutif Ritel Pertamina MOR I Medan wilayah Sumatera Barat Sigit Wicaksono dalam rapat tersebut menjelaskan, sejauh ini penyaluran BBM di wilayah Sumatera Barat lancar dan mencukupi. Pengawasan pun tetap dilakukan sesuai dengan kewenangan dan ketentuan.
"Namun banyak faktor yang menyebabkan hal itu masih terjadi karena SPBU berhadapan langsung dengan masyarakat," terangnya.
Sanksi pemutusan sementara distribusi BBM dari depot Pertamina kepada SPBU yang bermasalah juga harus mempertimbangkan banyak hal. Kalau ada SPBU lain yang terdekat, maka quota BBM untuk SPBU bermasalah tersebut bisa didistribusikan ke SPBU terdekat agar kebutuhan masyarakat bisa tetap terpenuhi.
"Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, pemutusan distribusi sementara sebagai sanksi yang mestinya enam hari misalnya, terpaksa diperpendek menjadi dua hari karena tidak ada SPBU terdekat sehingga masyarakat kesulitan BBM," ujarnya.
Sigit menegaskan, Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan tanggungjawab menyediakan bahan bakar untuk masyarakat akan terus berupaya memenuhi tanggungjawab tersebut. Dia mengajak pemerintah dan aparat keamanan serta masyarakat untuk ikut bersama-sama melakukan pengawasan agar tidak terjadi tindak pelanggaran hukum dalam distribusi BBM.
Rapat kerja tersebut digelar Komisi III DPRD Provinsi Sumatera Barat dalam rangka mengawali pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) perubahan Perda nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB). Ranperda tersebut diusulkan oleh Pemerintah Provinsi ke DPRD dan masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propem Perda) tahun 2018.
(rki)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar