Baca Juga
JAKARTA -- Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono
Anung mengatakan, aksi bom bunuh diri di sejumlah tempat di Surabaya,
Minggu (13/5) dan Senin (14/5), yang melibatkan keluarga (ayah, ibu,
dan anak-anak) menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa
terorisme itu bisa datang dari siapa saja.
“Ini menjadi pelajaran
bagi kita semua bahwa terorisme itu bisa datang dari siapa saja. Bukan
lagi orang miskin, tidak berpendidikan, tapi juga orang kelas menengah,
orang kaya, berpendidikan,” kata Seskab di ruang kerja, Gedung III
Kemensetneg, Jakarta, Selasa (15/5) pagi.
Kalau dulu tidak ada anak maupun wanita yang menjadi terorisme, lanjut Seskab, tetapi akibat brainwash (cuci otak) ataupun kesalahan mereka menangkap paham-paham yang salah, sehingga mereka kemudian menjadi keluarga teroris.
Seskab Pramono Anung menunjuk aksi para
teroris yang terjadi di Surabaya, yang dilakukan oleh 2 (dua) keluarga,
yang latar belakang keluarganya sebenarnya cukup mapan dan juga dari
keluarga yang harmonis.
“Maka sekali lagi, ancaman terorisme bisa datang dari mana saja, dan ini harus menjadi kewaspadaan kita,” ujar Seskab.
Sebelumnya Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian dalam keterangan
pers di Surabaya, Senin (14/5) menyampaikan, bahwa dalam serangan bom
bunuh diri yang terjadi di 3 (tiga) gereja di Surabaya, Rusunawa
Sidoarjo, dan Kantor Polres Surabaya, pelaku melibatkan istri dan
anak-anaknya.
Untuk 3 (tiga) gereja di Surabaya,
pelaku berasal dari 1 (satu) keluarga, yaitu Dito Oepriarto (ayah) di
Gereja Pantekosta Surabaya, Puji Kuswati (ibu) dengan FS dan FR (anak)
di GKI Diponegoro, dan Yusuf Fadil dan FH (anak) di Gereja Santa Maria
Tak Bercela.
Sedang bom di Rusunawa Sidoarjo melibatkan Anton Ferdiantono (ayah), Puspita Sari (Ibu), dan HAR, AR, FP, dan GHA (anak).
Bom di kantor Polres Surabaya melibatkan Tri Murtiono (ayah), Tri Ermawati (ibu), AAP, MDS, dan MDAM (anak).
Terkait pelibatan anak-anak dalam kasus
terorisme itu, Seskab Pramono Anung mengatakan, sudah waktunya
pemerintah melakukan program deradikalisasi sejak usia dini.
“Sejak SD (Sekolah Dasar), karena paham
ini ternyata juga masuk dari anak-anak tingkat SD,” ujar Seskab seraya
menambahkan, bahwa program deradikalisasi itu menjadi tugas pemerintah. (DNA/RAH/ES)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar