Breaking

Jumat, 20 Juli 2018

Menurut Wagub Nasrul Abit, 3 Faktor Ini Penghambat Investasi di Daerah

Baca Juga

PADANG – Wakil Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Nasrul Abit memandang, secara umum terdapat tiga masalah utama yang menjadi penghambat investasi di daerah.

Pertama, Bupati atau Wali Kota yang masih menerapkan gaya lama dalam memberikan izin investasi di mana investor harus temui Kepala Daerah terlebih dahulu sebelum izin dikeluarkan. Jika tidak, izin tak diberikan.

“Kepala Daerah persepsinya masih lama, dan tidak sama. Ada yang harus ditemui dulu baru memberikan izin. Ini gaya lama. Paradigma ini harus diubah dengan pengawasan dan pemberian sanksi,” ujar Nasrul Abit dalam sambutannya saat membuka Forum Kebijakan Investasi Pusat dan Daerah Tahun 2018 di Hotel Mercure, Kamis (19/7/2018).

Ia menambahkan, jika memang diperlukan, sebagai bagian dari sanksi, pihak penghambat yang ia maksud diberitakan melalui media massa secara besar-besaran agar sanksi yang diberikan memiliki efek jera.

“Kami harap pada BKPM, melalui Satgas Pusatnya, harus ada tindakan tegas, investasi bagi yang ga jalan, atau macet, panggil Bupati/Wali Kotanya. Ekspos besar-besar agar ada efek jera,” tambahnya.
Menurut Nasrul Abit, tanpa sanksi yang tegas, permasalahan sulitnya izin investasi di daerah akan terus ada. Dikatakannya, “Kalau tidak ada efek jera, kalau tidak ada sanksi, akan begini-begini saja. Orang akan adem-adem saja.”

Kedua, masih adanya regulasi daerah yang menghambat alih-alih memudahkan investasi. Terkait hal ini, Nasrul Abit menyatakan perlu dilakukan peninjauan terhadap peraturan daerah yang bertentangan dengan komitmen Pemerintah Pusat untuk mempermudah investasi.

“Kalau ada Perda yang mempersulit kita, tidak perlu ada lagi. Perlu ditinjau kembali semua. Pemerintah Pusat komitmen permudah investasi, kalau memang ada aturan daerah bertentangan, tinjau kembali,” imbuhnya.

Ketiga, perbedaan persepsi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi menyangkut Paket Kebijakan Ekonomi yang mengatur tentang investasi, serta antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota menyangkut batas kewenangan masing-masing dalam pemberian izin investasi.

“Inilah sekarang yang masih belum sinkron. Kalau jalan, inshaallah investasi dapat dijalankan dengan baik,” pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Deregulasi Penanaman Modal BKPM, Yuliot, mengungkapkan, aliran investasi di Indonesia masih belum merata. Ia mengatakan, untuk tahun 2017, Pulau Sumatera hanya mendapatkan sekitar 20% investasi dari total keseluruhan investasi di Indonesia. Sedangkan Indonesia bagian Timur mendapat kurang lebih 13%. Sisanya, porsi terbesar, berada di pulau Jawa dengan persentase sebesar kurang lebih 62%.

“Padahal kita ingin terjadi pemerataan investasi. Kita ingin di luar Jawa lebih dari 50%,” harapnya.
Ia menyebutkan, untuk mengejar target pemerataan, Pemerintah Pusat telah menerbitkan sejumlah Paket Kebijakan Ekonomi yang idealnya dapat mempermudah laju dan memeratakan distribusi investasi di Indonesia. Sayangnya, kebijakan-kebijakan tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh pengusaha-pengusaha di daerah.

“Ada kebijakan pemberian insentif investasi. Ditemukan, pengusaha di daerah terbatas memanfaatkan ini. Ada juga fasilitas tax-allowance, ini juga sedikit dimanfaatkan oleh pengusaha daerah. Ada lagi kebijakan Mini Tax Holiday, yang mana investasi di bawah 1 M dibebaskan pajak penghasilan untuk jangka waktu tertentu, juga sedikit dimanfaatkan,” ungkapnya.

Untuk itu, Yuliot mengharapkan, pemerintah daerah dapat bekerja lebih keras melakukan promosi dan sosialisasi agar kebijakan-kebijakan pemerintah yang seharusnya memudahkan investasi dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh investor dan pengusaha di daerah.

“Pemda perlu bekerja lebih keras dalam menggali potensi dalam melakukan promosi sehingga yang kita tawarkan pada investor dapat terealisasi dengan baik,” pungkasnya.

(rel/rki)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar