Breaking

Jumat, 31 Agustus 2018

Pecah, Anak Buah dan Mantan Pengacara Habib Rizieq Gak Lagi Sejalan Soal #2019GantiPresiden

Baca Juga

Habib Novel Bamukmin.
JAKARTA -- Anak buah dan mantan pengacara Habib Rizieq Shihab tak lagi sejalan dan sepemikian terkait tagar #2019GantiPresiden.

Silang pendapat itu terjadi pada Habib Novel Bamukmin dan Kapitra Ampera.

Kapitra, sebelumnya berkomentar soal penolakan gerakan yang pertama kali diinisasi Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera di sejumlah daerah.

Menurut advokat yang maju jadi caleg DPR RI dari PDIP untuk Dapil 2 Riau itu, tagar tersebut bisa berujung pada pidana.

Alasannya, tagar tersebut telah melanggar undang-undang.

Namun, pernyataan itu dibantah Juru Bicara Persaudaraan Alumni 212 Habib Novel Bamukmin.

Menurutnya, justru pegiat tagar itu lah yang menjadi korban dan dipersekusi.

Dengan begitu, Neno Warisman dan Ahmad Dhani cs serta para pegiat tagar tersebut harus dilindungi.

Sebaliknya, yang seharusnya pantas dijerat pidana itu adalah pihak-pihak yang selama ini menghalangi gerakan tagar tersebut.

Alasannya, mereka telah menghalang-halangi hak seseorang atau kelompok untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

“Justru persekusi yang melarang gerakan dakwah #2019GantiPresiden jelas bersalah,” tegasnya.

Novel menekankan, hal itu dibuktikan dengan permintaan maaf dari Badan Intelijen Nasional (BIN) serta petinggi ormas.

“Bahkan pejabat BIN pun sudah meminta maaf disertai para petinggi ormas atas kesalahannya,” lanjutnya.

Bahkan, Novel mempertanyakan dasar apa yang membuat Kapitra menyatakan tagar ganti presiden melanggar hukum.

Pasalnya, kata dia, tagar tersebut adalah sah menurut UUD 45 dan juga HAM internasional.

“Gerakan #2019GantiPresiden tidak melanggar (aturan) KPU dan Bawaslu. Sekarang dikatakan bisa dipidana oleh Kapitra itu,” tekan dia.

Sebelumnya, Kapitra Ampera menyebut tagar ganti presiden tidak etis karena menyerang Joko Widodo yang masih menjabat Presiden RI sampai dengan September 2019 mendatang.

Dengan begitu, ia menyebut tagar tersebut telah menyerang presiden yang masih konstitusional.

Dia lantas memutar balik situasi jika saat ini Prabowo yang menjadi presiden dan masih memiliki kekuasaan konstitusional sampai Oktober 2019.

“Itu pilpresnya, serah terimanya Oktober 2019. Apa ini (tagar ganti presiden) secara etika dan kekuasaan tidak membuat resistensi?” sindirnya, Rabu, 29 Agustus 2018.

Dia pun berpendapat, tagar ganti presiden memiliki potensi melanggar hukum secara nasional maupun internasional.

Sebagai contoh bisa dipidana dengan Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Adapun pasal tersebut berbunyi: Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

“Menghasut. Ada kata menghasut. Menghasut kepada kekuasaan yang sah,” tekan dia.

“Ganti presiden ini kan perlawanan terhadap presiden yang sah. Ancamannya enam tahun kalau 160 KUHP,” jelas Kapitra.


(mrm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar