Baca Juga
BUKITTINGGI -- Wakil Gubernur Sumatera
Barat, Nasrul Abit mengharapkan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
menjadi kebanggaan masyarakat. "Kapan kita bisa melihat masyarakat dapat
membanggakan dan menghargai keberadaan Satpol PP ditengah-tengah
masyarakat. Bagaimana mungkin itu terjadi, jika Satpol PP tidak
disiplin dengan waktu, tidak profesional dalam kerja," ujarnya pada
pembukaan acara Bimbingan Teknis (Bintek) Penyidikan Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) terhadap Pelanggaran Perda di Bukittinggi, Rabu, 21
November 2018.
Hadir dalam kesempatan itu narasumber dari Kemendagri, Kejaksaan Tinggi, Kepala Satpol PP se-Sumatera Barat dan 26 peserta dari PPNS Satpol PP se-Sumatera Barat. Wagub mengatakan, profesionalitas dan disiplin diri merupakan nomor satu. Selain itu, bertindak ada kajian yang dalam, tidak asal garuk sana garuk sini. Bertindak dengan pendekatan yang baik, diawali sosialisasi, ajakan dan himbauan yang dimengerti masyarakat.
"Satpol PP sebagai penjaga ketertiban umum, mesti diawali menertibkan mulai dari diri sendiri. Komitmen mesti dipegang teguh, sehingga masyarakat paham dan mengerti akan tugas Satpol PP yang begitu berat, juga dapat diringankan oleh peranserta masyarakat. Jadilah Satpol PP yang bersahabat, humanis, komunikatif dan terbuka menerima kritikan dan teguh dalam prinsip menjaga ketertiban umum," ujar Nasrul Abit.
Wagub Nasrul Abit menyatakan, Satpol PP merupakan garda terdepan bagi kepala daerah karena setiap upaya pembangunan di daerah, sangat mustahil terlaksana jika ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terganggu. Ketertiban umum point penting menjadi salah satu tugas Satpol PP, dengan demikian Satpol PP merupakan salah satu perangkat yang utama bagi jalannya roda pemerintahan di daerah.
“Salah satu contoh penertiban Danau Singkarak, kita harus tegas dalam melaksanakan tugas dan mengkaji lebih dalam sesuai dengan aturan dan jangan mau diintervensi oleh satu organisasi atau elemen masyarakat yang menunda untuk dilakukan penertiban, kita belajar dari Danau Maninjau yang sampai saat ini susah ditertibkan,” kata Nasrul Abit.
Apatah lagi, akhir-akhir ini Sumbar banyak kasus seks menyimpang, Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT). Jumlah penderita HIV/Aids juga terus meningkat. Mayoritas, kasus-kasus tersebut paling tinggi terjadi di kota Padang dan Bukittinggi. Data Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia (PKVHI) Sumbar mengungkapkan, estimasi pada 2018 sedikitnya 14.469 orang terdata sebagai Lelaki Suka Lelaki (LSL). Sedangkan jumlah waria estimasinya mencapai 2.501 orang. Parahnya, pelanggan waria justru mencapai 9.024 orang yang pastinya laki-laki. Kalau disimpulkan menyeluruh, estimasi total pelaku LSL Sumbar mencapai 20 ribu orang.
"Satpol PP harus berantas semua perbuatan maksiat termasuk LGBT, tidak ada satu agama pun yang membenarkan perbuatan LGBT ini, tegakan aturan menjaga ketertiban umum. Kemudian sebagai aparat penegakan Perda yang menjaga Ketentraman dan Ketertiban Umum, Satpol PP harus bisa melihat situasi, seperti pasar tumpah dan pasar senggol, yang banyak terjadi pada saat libur panjang dan bulan Ramadhan, apalagi banyaknya peminta sumbangan di jalanan yang melibatkan orang tua dan anak-anak kecil," tegasnya.
"Ini tidak dibenarkan, karena prilaku ini sama dengan merusak mental anak-anak, kegiatan ini bisa mengakibatkan kemacetan panjang dan bahkan lebih parahnya bisa mengakibatkan kecelakaan, harus ditertibkan disetiap kabupaten kota di Sumatera Barat. Permintaan sumbangan di jalanan itu budaya yang tak elok, cendrung mamalukan dan buat masyarakat jadi pemalas dan tidak produktif, ” ujar Nasrul Abit.
Dalam laporan penyelenggara kegiatan Bintek, Herwin Mustika (Kabid PPUD Satpol PP Sumbar), pada undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 255, menyatakan bahwa Satpol PP dibentuk untuk menegakkan perda dan perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat. Yang didalamnya juga diatur urusan ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dimasukkan dalam urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. hal ini tentu saja membawa konsekuensi tersendiri bagi organisasi satuan polisi pamong praja, ujarnya.
Hadir dalam kesempatan itu narasumber dari Kemendagri, Kejaksaan Tinggi, Kepala Satpol PP se-Sumatera Barat dan 26 peserta dari PPNS Satpol PP se-Sumatera Barat. Wagub mengatakan, profesionalitas dan disiplin diri merupakan nomor satu. Selain itu, bertindak ada kajian yang dalam, tidak asal garuk sana garuk sini. Bertindak dengan pendekatan yang baik, diawali sosialisasi, ajakan dan himbauan yang dimengerti masyarakat.
"Satpol PP sebagai penjaga ketertiban umum, mesti diawali menertibkan mulai dari diri sendiri. Komitmen mesti dipegang teguh, sehingga masyarakat paham dan mengerti akan tugas Satpol PP yang begitu berat, juga dapat diringankan oleh peranserta masyarakat. Jadilah Satpol PP yang bersahabat, humanis, komunikatif dan terbuka menerima kritikan dan teguh dalam prinsip menjaga ketertiban umum," ujar Nasrul Abit.
Wagub Nasrul Abit menyatakan, Satpol PP merupakan garda terdepan bagi kepala daerah karena setiap upaya pembangunan di daerah, sangat mustahil terlaksana jika ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terganggu. Ketertiban umum point penting menjadi salah satu tugas Satpol PP, dengan demikian Satpol PP merupakan salah satu perangkat yang utama bagi jalannya roda pemerintahan di daerah.
“Salah satu contoh penertiban Danau Singkarak, kita harus tegas dalam melaksanakan tugas dan mengkaji lebih dalam sesuai dengan aturan dan jangan mau diintervensi oleh satu organisasi atau elemen masyarakat yang menunda untuk dilakukan penertiban, kita belajar dari Danau Maninjau yang sampai saat ini susah ditertibkan,” kata Nasrul Abit.
Apatah lagi, akhir-akhir ini Sumbar banyak kasus seks menyimpang, Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT). Jumlah penderita HIV/Aids juga terus meningkat. Mayoritas, kasus-kasus tersebut paling tinggi terjadi di kota Padang dan Bukittinggi. Data Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia (PKVHI) Sumbar mengungkapkan, estimasi pada 2018 sedikitnya 14.469 orang terdata sebagai Lelaki Suka Lelaki (LSL). Sedangkan jumlah waria estimasinya mencapai 2.501 orang. Parahnya, pelanggan waria justru mencapai 9.024 orang yang pastinya laki-laki. Kalau disimpulkan menyeluruh, estimasi total pelaku LSL Sumbar mencapai 20 ribu orang.
"Satpol PP harus berantas semua perbuatan maksiat termasuk LGBT, tidak ada satu agama pun yang membenarkan perbuatan LGBT ini, tegakan aturan menjaga ketertiban umum. Kemudian sebagai aparat penegakan Perda yang menjaga Ketentraman dan Ketertiban Umum, Satpol PP harus bisa melihat situasi, seperti pasar tumpah dan pasar senggol, yang banyak terjadi pada saat libur panjang dan bulan Ramadhan, apalagi banyaknya peminta sumbangan di jalanan yang melibatkan orang tua dan anak-anak kecil," tegasnya.
"Ini tidak dibenarkan, karena prilaku ini sama dengan merusak mental anak-anak, kegiatan ini bisa mengakibatkan kemacetan panjang dan bahkan lebih parahnya bisa mengakibatkan kecelakaan, harus ditertibkan disetiap kabupaten kota di Sumatera Barat. Permintaan sumbangan di jalanan itu budaya yang tak elok, cendrung mamalukan dan buat masyarakat jadi pemalas dan tidak produktif, ” ujar Nasrul Abit.
Dalam laporan penyelenggara kegiatan Bintek, Herwin Mustika (Kabid PPUD Satpol PP Sumbar), pada undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 255, menyatakan bahwa Satpol PP dibentuk untuk menegakkan perda dan perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat. Yang didalamnya juga diatur urusan ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dimasukkan dalam urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. hal ini tentu saja membawa konsekuensi tersendiri bagi organisasi satuan polisi pamong praja, ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar