Baca Juga
BIJAKNEWS.COM -- Lini Zurlia, advokat di Asean Sogie Caucus, memastikan tak akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 2019 kali ini alias golput. Pernyataan itu ia ungkapkan saat mengisi sebuah diskusi publik bertajuk 'Golput dan Kampanye Golput bukan Pidana' yang diadakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Sipil di gedung YLBHI, Jakarta, Rabu, 23 Januari 2019.
"Saya muak sekali dengan Jokowi. Apalagi dengan Prabowo," kata Lini dalam pemaparannya di diskusi itu, menyinggung nama kedua kontestan pilpres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Lini mengaku kecewa dengan Jokowi yang menurutnya tak menangani persoalan-persoalan HAM secara tuntas dalam empat tahun pemerintahannya. Bagi Lini, kinerja Jokowi dalam penuntasan kasus-kasus HAM mendapat rapor merah.
"Konflik tanah, konflik lahan, penggunaan pasal ITE yang sangat karet dan banyak menjerat wartawan serta kelompok-kelompok awam," ujar dia menyebut satu persatu alasannya memberi Jokowi rapor merah.
Kekecewaannya makin menjadi tatkala Ma'ruf Amin dipilih Jokowi sebagai cawapres di pilpres 2019. Menurut Lini, ketua MUI itu pernah terlibat sebagai pemicu konflik antar-kelompok beberapa waktu lalu.
"Pemilihan cawapresnya dari ulama demi bisa meraup suara kelompok sebelah," tutur dia.
Sedangkan, untuk Prabowo, Lini hanya berkomentar bahwa capres nomor urut 02 itu sudah jelas rekam jejaknya. Ia mengatakan Prabowo sama saja dengan Jokowi, yaitu pelanggar HAM. "Jadi sebenarnya sistem demokrasi kita yang (bermasalah). Kok bisa-bisanya terbukti sebagai pelanggar HAM berat tapi bisa mencalonkan sebagai presiden," tutur dia.
Di acara yang sama, Arif Maulana, Direktur LBH Jakarta, mengatakan pilihan untuk menjadi golput merupakan hak warga negara dan bukan tindak pidana. Menurut dia, golput merupakan bentuk ekspresi politik dan bentuk protes terhadap sistem perpolitikan yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat.
Ia menyoroti sistem partai politik sebagai pemegang peranan penting dalam sistem demokrasi Indonesia saat ini. Partai politik, kata dia, seharusnya menjadi lembaga yang mewadahi kebutuhan masyarakat dan representasi dari kedaulatan serta harapan rakyat.
"Tapi hari ini apa yang terjadi? Partai mewakili siapa? Pemilik partai? Penanam modal? Ini yang ke depan akan kami koreksi. Partai politik tidak menjaga peranannya sebagai penjaga demokrasi," ujar Arif.
Diskusi 'Golput dan Kampanye Golput bukan tindak pidana' diinisiasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Sipil yang terdiri dari berbagai lembaga seperti ICJR, KontraS, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Lokataru, PBHI, dan YLBHI. Diskusi ini menyoroti sistem perpolitikan saat ini sebagai penyebab golput sekaligus menjelaskan bahwa mengambil sikap atau berkampanye golput bukan merupakan tindak pidana.
(Source: tempo.co)
"Saya muak sekali dengan Jokowi. Apalagi dengan Prabowo," kata Lini dalam pemaparannya di diskusi itu, menyinggung nama kedua kontestan pilpres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Lini mengaku kecewa dengan Jokowi yang menurutnya tak menangani persoalan-persoalan HAM secara tuntas dalam empat tahun pemerintahannya. Bagi Lini, kinerja Jokowi dalam penuntasan kasus-kasus HAM mendapat rapor merah.
"Konflik tanah, konflik lahan, penggunaan pasal ITE yang sangat karet dan banyak menjerat wartawan serta kelompok-kelompok awam," ujar dia menyebut satu persatu alasannya memberi Jokowi rapor merah.
Kekecewaannya makin menjadi tatkala Ma'ruf Amin dipilih Jokowi sebagai cawapres di pilpres 2019. Menurut Lini, ketua MUI itu pernah terlibat sebagai pemicu konflik antar-kelompok beberapa waktu lalu.
"Pemilihan cawapresnya dari ulama demi bisa meraup suara kelompok sebelah," tutur dia.
Sedangkan, untuk Prabowo, Lini hanya berkomentar bahwa capres nomor urut 02 itu sudah jelas rekam jejaknya. Ia mengatakan Prabowo sama saja dengan Jokowi, yaitu pelanggar HAM. "Jadi sebenarnya sistem demokrasi kita yang (bermasalah). Kok bisa-bisanya terbukti sebagai pelanggar HAM berat tapi bisa mencalonkan sebagai presiden," tutur dia.
Di acara yang sama, Arif Maulana, Direktur LBH Jakarta, mengatakan pilihan untuk menjadi golput merupakan hak warga negara dan bukan tindak pidana. Menurut dia, golput merupakan bentuk ekspresi politik dan bentuk protes terhadap sistem perpolitikan yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat.
Ia menyoroti sistem partai politik sebagai pemegang peranan penting dalam sistem demokrasi Indonesia saat ini. Partai politik, kata dia, seharusnya menjadi lembaga yang mewadahi kebutuhan masyarakat dan representasi dari kedaulatan serta harapan rakyat.
"Tapi hari ini apa yang terjadi? Partai mewakili siapa? Pemilik partai? Penanam modal? Ini yang ke depan akan kami koreksi. Partai politik tidak menjaga peranannya sebagai penjaga demokrasi," ujar Arif.
Diskusi 'Golput dan Kampanye Golput bukan tindak pidana' diinisiasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Sipil yang terdiri dari berbagai lembaga seperti ICJR, KontraS, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Lokataru, PBHI, dan YLBHI. Diskusi ini menyoroti sistem perpolitikan saat ini sebagai penyebab golput sekaligus menjelaskan bahwa mengambil sikap atau berkampanye golput bukan merupakan tindak pidana.
(Source: tempo.co)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar