Baca Juga
JAKARTA, BijakNews.com -- Hb. Assayid Bahar bin Smith alias Habib Bahar bin Ali bin Smit menjalani sidang perdana terkait dugaan penganiayaan terhadap dua remaja di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis, 28 Februari 2019. Dalam persidangan yang dijaga ketat polisi ini, jaksa mendakwa Bahar dengan tujuh dakwaan berlapis.
Dakwaan itu terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan Bahar secara bersama-sama dengan Agil Yahya alias Habib Agil, Muhamad Abdul Basit Iskandar, Habib Husen, Wiro, Ginda Tato, dan Keling pada 1 Desember 2018 lalu. Habib Agil dan Muhamad Abdul Basit Iskandar dihadapkan dalam persidangan terpisah.
Penganiayaan diawali dengan kejadian di Bali pada 29 November 2018. Saat itu, CAJ (18) dan MKU (17) berada di sana untuk mengikuti sebuah acara. Pada hari ketiga di Bali atau 29 November 2018, CAJ dan MKU bertemu dengan Amir yang menanyakan apakah CAJ adalah Habib Bahar.
MKU, ungkap jaksa Suharja, yang dari dulu mengaku sebagai habib menyuruh rekannya membenarkan pernyataan tersebut. Selanjutnya, Amir membawa CAJ dan MKU untuk berbincang-bincang di sebuah ruko sebelum mengantarkannya kembali ke hotel. Keesokan harinya, mereka berdua dijemput oleh Jamaah Majelis Talim Ratubul Hadat menuju Bandara Internasional Ngurah Rai Bali untuk kembali di Jakarta dan diberi dua tiket pesawat Batik Air.
Habib Bahar yang mengetahui ada orang yang mengaku-ngaku sebagai dirinya memerintahkan Hamdi untuk mengontak Muhammad Abdul Basit Iskandar. “Ini ana, Bahar bin Smith, antum bisa cari gak rumahnya karena dia di Bali mengaku-ngaku sebagai ana, mengaku saudara ana, sampai isteri ana pun dibawa-bawa, pulangnya pun dibelikan tiket pesawat, ente gak usah bingung, cari rumahnya sama antum dan kalau ada sekarang harus bawa ke sini,” kata Bahar merujuk lokasi Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin.
Setelah mendapatkan lokasi rumah CAJ, Abdul Basit mencarinya namun yang bersangkutan tidak ada di rumah. Besoknya, Abdul Basit beserta Agil Yahya, Habib Husen, Wiro, Ginda Tato, dan Keling, semuanya merupakan rekan Bahar bin Smith, masuk ke rumah CAJ. Mereka lalu membawanya ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin untuk menginterogasi CAJ terkait kejadian di Bali.
Sesampainya di tempat Bahar bin Smith di Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, terdakwa serta rekan dan belasan santrinya menganiaya CAJ dan MKU. Selain itu, Bahar menyuruh keduanya berkelahi. Akibat kejadian itu, CAJ dan MKU mengalami luka-luka akibat terkena benturan benda tumpul.
Jaksa Suharja memaparkan luka-luka itu berupa lebam pada bagian muka, kelopak mata kanan dan kiri, selaput bening bola mata kanan dan kiri, serta pada anggota tubuh lainnya. Selain itu, rambut CAJ dan MKU dicukur sampai kepala botak tanpa rambut dan sempat terkena rokok di bagian kepalanya.
Hasil visum, sambung Suharja, didukung rontgen mata mendapati adanya kecurigaan gambaran patah pada tulang mata bagian atas-tengah kanan. Pada pemeriksaan CT Scan di kepala terdapat pembengkakan otak bagian tengah. Sementara dari pemeriksaan dokter spesialis syarat didapat cidera kepala ringan. “Kedua saksi korban CAJ dan MKU baru diperbolehkan pulang terdakwa pada pukul sepuluh malam,” tambah Suharja.
Terkait perbuatannya itu, jaksa mendakwa Habib Bahar dengan dakwaan primair menggunakan Pasal 333 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Pidana juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana, dakwaan subsidair Pasal 333 ayat (1) KUH Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUH Pidana.
Dakwaan kedua primair dengan pasal 170 ayat (2) ke- 2 KUH Pidana. Dakwaan subsidair, Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUH Pidana. Dakwaan lebih subsidair, pasal 351 ayat (2) KUH Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUH Pidana. Dakwaan lebih subsidair lagi, Pasal 351 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUH Pidana.
Jaksa juga mendakwa Habib Bahar dengan dakwaan ketiga, Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Bahar terancam hukuman pidana sembilan tahun penjara sesuai dakwaan primair Pasal 333 ayat 2 KUH Pidana. Dakwaan ini terkait seseorang yang secara sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang yang mengakibatkan luka-luka.
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Edison Muhammad ini diwarnai aksi unjukrasa dari sedikitnya 200 pendukung Habib Bahar.
Massa pendukung Bahar itu sudah datang sebelum sidang digelar. Mereka berkumpul di Jalan R.E Martadinata. Mereka juga membawa spanduk, antara lain, bertuliskan “Stop Kriminalisasi Ulama”, “Selamatkan Habib Bahar”, “Bebaskan Bahar bin Smith”.
Seusai persidangan Bahar, jaksa menghadirkan dua terdakwa lain, masing-masing, Agil Yahya alias Habib Agil dan Muhamad Abdul Basit Iskandar. Keduanya disidangkan secara terpisah dengan dakwaan serupa.
Persidangan bakal dilanjut pada 6 Maret 2019 mendatang. “Tempat persidangan dipindahkan ke Gedung Perpustakaan Dinas dan Arsip Daerah Kota Bandung. Kenapa dipindahkan? Karena persidangan lain di tempat ini juga harus berjalan,” kata Edison.
(Source: BeritaSatu.com)
Dakwaan itu terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan Bahar secara bersama-sama dengan Agil Yahya alias Habib Agil, Muhamad Abdul Basit Iskandar, Habib Husen, Wiro, Ginda Tato, dan Keling pada 1 Desember 2018 lalu. Habib Agil dan Muhamad Abdul Basit Iskandar dihadapkan dalam persidangan terpisah.
Penganiayaan diawali dengan kejadian di Bali pada 29 November 2018. Saat itu, CAJ (18) dan MKU (17) berada di sana untuk mengikuti sebuah acara. Pada hari ketiga di Bali atau 29 November 2018, CAJ dan MKU bertemu dengan Amir yang menanyakan apakah CAJ adalah Habib Bahar.
MKU, ungkap jaksa Suharja, yang dari dulu mengaku sebagai habib menyuruh rekannya membenarkan pernyataan tersebut. Selanjutnya, Amir membawa CAJ dan MKU untuk berbincang-bincang di sebuah ruko sebelum mengantarkannya kembali ke hotel. Keesokan harinya, mereka berdua dijemput oleh Jamaah Majelis Talim Ratubul Hadat menuju Bandara Internasional Ngurah Rai Bali untuk kembali di Jakarta dan diberi dua tiket pesawat Batik Air.
Habib Bahar yang mengetahui ada orang yang mengaku-ngaku sebagai dirinya memerintahkan Hamdi untuk mengontak Muhammad Abdul Basit Iskandar. “Ini ana, Bahar bin Smith, antum bisa cari gak rumahnya karena dia di Bali mengaku-ngaku sebagai ana, mengaku saudara ana, sampai isteri ana pun dibawa-bawa, pulangnya pun dibelikan tiket pesawat, ente gak usah bingung, cari rumahnya sama antum dan kalau ada sekarang harus bawa ke sini,” kata Bahar merujuk lokasi Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin.
Setelah mendapatkan lokasi rumah CAJ, Abdul Basit mencarinya namun yang bersangkutan tidak ada di rumah. Besoknya, Abdul Basit beserta Agil Yahya, Habib Husen, Wiro, Ginda Tato, dan Keling, semuanya merupakan rekan Bahar bin Smith, masuk ke rumah CAJ. Mereka lalu membawanya ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin untuk menginterogasi CAJ terkait kejadian di Bali.
Sesampainya di tempat Bahar bin Smith di Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, terdakwa serta rekan dan belasan santrinya menganiaya CAJ dan MKU. Selain itu, Bahar menyuruh keduanya berkelahi. Akibat kejadian itu, CAJ dan MKU mengalami luka-luka akibat terkena benturan benda tumpul.
Jaksa Suharja memaparkan luka-luka itu berupa lebam pada bagian muka, kelopak mata kanan dan kiri, selaput bening bola mata kanan dan kiri, serta pada anggota tubuh lainnya. Selain itu, rambut CAJ dan MKU dicukur sampai kepala botak tanpa rambut dan sempat terkena rokok di bagian kepalanya.
Hasil visum, sambung Suharja, didukung rontgen mata mendapati adanya kecurigaan gambaran patah pada tulang mata bagian atas-tengah kanan. Pada pemeriksaan CT Scan di kepala terdapat pembengkakan otak bagian tengah. Sementara dari pemeriksaan dokter spesialis syarat didapat cidera kepala ringan. “Kedua saksi korban CAJ dan MKU baru diperbolehkan pulang terdakwa pada pukul sepuluh malam,” tambah Suharja.
Terkait perbuatannya itu, jaksa mendakwa Habib Bahar dengan dakwaan primair menggunakan Pasal 333 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Pidana juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana, dakwaan subsidair Pasal 333 ayat (1) KUH Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUH Pidana.
Dakwaan kedua primair dengan pasal 170 ayat (2) ke- 2 KUH Pidana. Dakwaan subsidair, Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUH Pidana. Dakwaan lebih subsidair, pasal 351 ayat (2) KUH Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUH Pidana. Dakwaan lebih subsidair lagi, Pasal 351 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUH Pidana.
Jaksa juga mendakwa Habib Bahar dengan dakwaan ketiga, Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Bahar terancam hukuman pidana sembilan tahun penjara sesuai dakwaan primair Pasal 333 ayat 2 KUH Pidana. Dakwaan ini terkait seseorang yang secara sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang yang mengakibatkan luka-luka.
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Edison Muhammad ini diwarnai aksi unjukrasa dari sedikitnya 200 pendukung Habib Bahar.
Massa pendukung Bahar itu sudah datang sebelum sidang digelar. Mereka berkumpul di Jalan R.E Martadinata. Mereka juga membawa spanduk, antara lain, bertuliskan “Stop Kriminalisasi Ulama”, “Selamatkan Habib Bahar”, “Bebaskan Bahar bin Smith”.
Seusai persidangan Bahar, jaksa menghadirkan dua terdakwa lain, masing-masing, Agil Yahya alias Habib Agil dan Muhamad Abdul Basit Iskandar. Keduanya disidangkan secara terpisah dengan dakwaan serupa.
Persidangan bakal dilanjut pada 6 Maret 2019 mendatang. “Tempat persidangan dipindahkan ke Gedung Perpustakaan Dinas dan Arsip Daerah Kota Bandung. Kenapa dipindahkan? Karena persidangan lain di tempat ini juga harus berjalan,” kata Edison.
(Source: BeritaSatu.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar