Baca Juga
JAKARTA, BijakNews.com -- Rommy Effect' disebut-sebut dalam peta pertarungan antara Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Penangkapan eks Ketum PPP Romahurmuziy alias Rommy dinilai akan memperbesar kesempatan Prabowo-Sandiaga menang di Pilpres 2019.
Adalah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang meyakini Rommy Effect akan memberi pengaruh buruk pada elektabilitas Jokowi-Ma'ruf. Prediksi itu disampaikan BPN setelah melihat selisih yang makin tipis antara Jokowi dan Prabowo dalam survei Litbang Kompas.
Survei ini melibatkan 2.000 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi Indonesia. Margin of error survei ini plus-minus 2,2 persen dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan selisih Jokowi dan Prabowo tinggal 11,8%. Elektabilitas Jokowi tercatat sebesar 49,2%, sementara elektabilitas Prabowo 37,4%, dan yang merahasiakan pilihan sebesar 13,4%.
BPN meyakini Rommy Effect akan membuat Jokowi-Ma'ruf makin keok. Sebab, swing voters dan pendukung Jokowi akan berpindah ke Prabowo lantaran Rommy terjerat korupsi.
"Survei Litbang Kompas dilakukan pada 22 Februari-5 Maret atau sebelum terjadinya OTT KPK terhadap Rommy PPP pada 15 Maret 2019, jadi belum ada Rommy Effect dalam survei tersebut. Jika Rommy Effect sudah dihitung, saya yakin sebagian besar swing voter dan bahkan pendukung Jokowi akan pindah ke Prabowo," kata anggota BPN Prabowo-Sandiaga, Habiburokhman kepada wartawan, Rabu, 20 Maret 2019.
"Fakta di lapangan tidak terbantahkan. Di mana pun Prabowo-Sandi hadir, selalu disambut lautan massa, sementara paslon kubu sebelah kerap terlihat sepi. Justru kami yakin kondisi saat ini Prabowo sudah mengungguli Jokowi karena adanya OTT terhadap pentolan TKN, Romy 'PPP' beberapa hari lalu," imbuhnya.
Kubu Tim Kampanye Nasional (TKN) langsung membantah, termasuk oleh PPP. PPP menegaskan tidak ada kaitan penangkapan Romahurmuziy dengan elektabilitas Jokowi.
"Jika yang dimaksud BPN tentang Rommy Effect tersebut terkait dengan konstituen PPP bakal beralih kepada Prabowo, maka itu hanya spekulasi BPN," kata Sekjen PPP Arsul Sani kepada wartawan, Rabu, 20 Maret 2019.
Menurut Arsul, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di kalangan pemilih PPP terus meningkat. Dia membandingkan survei Litbang Kompas pada Oktober 2018 dan Maret 2019.
"Elektabilitas paslon 01 di internal konstituen PPP justru konsisten trennya naik. Lihat dari survei Kompas di Oktober 2018 dan yang sebelumnya dibanding hasil survei Maret 2019, maka kenaikannya cukup signifikan," jelasnya.
"Bahkan yang Maret tersebut persentase pemilih PPP yang dukung 01 lebih besar daripada PKB dan Golkar," lanjut Arsul.
Masih dari PPP, Wasekjen PPP Achmad Baidowi (Awiek) menyebut Habiburokhman adalah seorang politisi, bukan pengamat. Penilaian pun subjektif sebagai pendukung Prabowo-Sandiaga.
"Habiburokhman itu politikus apa pengamat politik? Kalau bicara atas nama politisi, ya, penilaiannya subjektif. Sejauh ini kasus Pak Rommy tak ada kaitan dengan PPP, apalagi TKN," kata Awiek.
Sementara itu, Wakil Ketua TKN Johnny G Plate menyebut kasus Rommy tidak mempengaruhi elektabilitas Jokowi. Bagi Johnny, kasus Rommy tidak terkait urusan Pilpres 2019. Meski begitu, Johnny memberi saran kepada PPP agar tidak lagi menggunakan foto Rommy saat kampanye. Lebih baik mengangkat tokoh lain dalam alat peraga kampanye (APK).
"Kasus Rommy tidak akan mempengaruhi elektabilitas paslon 01 Jokowi-Ma'ruf. Masyarakat mengetahui bahwa itu adalah tindakan perseorangan dan sama sekali tidak terkait pilpres," kata Johnny.
"Kami meyakini dan kerja keras untuk mencapai kemenangan di atas 60%. Kemenangan pilpres kali ini akan jauh lebih besar dibandingkan dengan Pilpres 2014, di mana Jokowi-JK 53,15 persen dan Prabowo-Hatta 46,85 persen. Walaupun saat itu survei juga tidak berbeda jauh, yaitu Jokowi-JK 42,3 persen, Prabowo-Hatta 35,3 persen, dan undicided voters 22,4 persen," imbuh dia.
(Source: detik.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar