Baca Juga
JAKARTA, BijakNews.com -- Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, Habib Taufiq bin Abdul Qadir bin Husein Assegaf, menegaskan penggantian istilah kafir dengan nonmuslim bukan keputusan kiai dan ulama NU.
Hal ini ditegaskan Habib Taufiq menyikapi hebohnya salah satu hasil dari Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019, yaitu pelarangan penggunaan istilah kafir pada sesama warga negara Indonesia. Istilah kafir pun diganti menjadi nonmuslim.
Dalam ceramahnya yang diunggah Sunsal Media di YouTube dan dipublikasikan pada 4 Maret 2019, Habib Taufiq menyatakan, perlu meluruskan masalah ini agar tidak berlarut dan membingungkan umat.
"Panggilan kafir dan nonmuslim. Perhatikan. Itu bukan keputusannya ulama. Itu komentarnya dua orang saja, profesor-profesor ini. Jadi itu bukan keputusan ulama. Yang ada keterangannya begini loh, dilarang kita mengganggu orang, sekalipun orang kafir, dengan panggilan, "hei kafir". Paham ya. Kalau memang itu menjadi keberatannya dia," ujar Habib Taufiq.
Ulama NU ini memberikan gambaran, ada seorang mualaf yang kedua orangtuanya bukan Islam. Kemudian dia memanggil kedua orangtuanya itu dengan sebutan "hei kafir". Hal itulah yang tidak diperbolehkan.
"Durhaka itu. Tidak boleh itu. Walaupun benar-benar kafir. Ada tetangga yang baik dengan kita, yang tidak muslim. Kalau merasa keberatan, jangan. Tapi bukan berarti jangan panggil kafir di negeri ini, nonmuslim saja. Nah itu ndak bener. Lah ini dipelintir sama dua orang ini. Ndak boleh panggil kafir tapi nonmuslim," ujar Habib.
"Jadi ini satu di antara dua pemelintiran, atau enggak paham. Jadi bukan kiai semuanya. Awas hati-hati jangan sampai ngibuli kiai. Ndak boleh. Ini hanya dua orang saja yang dari dulu ngomongnya kadang-kadang enggak persis. Jadinya fitnah begini. Saya harus terangkan ini karena khawatir banyak orang seneng ngibuli kiai-kiai. Padahal ndak semua kiai begitu. Yang dimasukkan televisi, ya wong iku sebabe. Yang komentar di koran, ya wong iku sebabe. Ya wong iku wae yang salah. Bukan kiai, bukan ulama yang ada di NU. Tapi hanya orang-orang itu saja. Profesor-profesor itu. Karena itu kita ndak mau ikut profesor, kita ikut kiai saja. Supaya pemahamannya benar. Jadi bukan tidak ada kafir. Atau tidak boleh kita ngomong kafir," tuturnya.
(Source: viva.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar