Breaking

Jumat, 08 Maret 2019

Prabowo Digugat Perdata Terkait Wanprestasi Saham Rp52 Miliar

Baca Juga

Prabowo Digugat Perdata Terkait Wanprestasi Saham Rp52 Miliar

JAKARTA, BijakNews.com -- Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto digugat perdata terkait wanprestasi atau ingkar janji dalam jual beli saham. Prabowo disebut belum melunasi pembayaran jual beli saham sebesar Rp52 miliar.

Gugatan dilayangkan oleh Djohan Teguh Sugianto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dan terdaftar dalam perkara nomor 233/PDT.G/2019/PN.JKT.Sel. Selain Prabowo, pihak tergugat lainnya yakni PT BNI, PT TRJ, Rusnaldy selaku notaris di Jakarta, dan Nusantara International Enterprise (L) Berhad.

"Iya benar, kami sudah layangkan gugatan wanprestasi," kata kuasa hukum Djohan, Fajar Marpaung kepada CNNIndonesia.com, Jumat, 8 Maret 2019.

Dia menjelaskan perjanjian jual beli saham antara Djohan dan Prabowo terjadi pada 2011. Djohan sebagai pemegang saham di Nusantara International Enterprise (L) Berhad membuat kesepakatan jual beli saham bersyarat dengan Prabowo. Saham yang dibeli Prabowo tersebut, menurutnya, senilai Rp140 miliar.

Prabowo pun memberikan uang muka sebesar Rp24 miliar dan berjanji melakukan pembayaran dengan cara angsuran sebesar Rp2 miliar per bulan sebanyak 58 kali. Djohan dan Prabowo pun membuka rekening penampung di BNI untuk menampung angsuran pembayaran Prabowo setiap bulannya dengan tanggal jatuh tempo pada 31 Juli 2016.

Namun ternyata, Prabowo baru melunasi pembayaran sebesar Rp88 miliar hingga tanggal jatuh tempo tiba. Bahkan, kata Fajar, berdasarkan informasi dari BNI diketahui bahwa Prabowo terakhir melakukan pembayaran pada Januari 2015. 

Menyikapi itu, lanjutnya, Djohan pun mengirimkan surat teguran kepada Prabowo untuk melunasi pembayaran. Menurut dia, Djohan telah mengirimkan surat teguran sebanyak lima kali kepada Prabowo dalam rentang waktu Desember 2016 hingga awal 2018.

"Tapi seluruh surat teguran yang dikirimkan Djohan itu tidak mendapatkan respons dari Prabowo," kata Fajar.

Akhirnya, ucap dia, BNI mengirimkan surat somasi kepada Djohan pada Oktober 2018 yang meminta pembayaran kekurangan angsuran sebesar Rp52 miliar. BNI pun mengancam akan mengambil aset Djohan bila sisa angsuran tersebut tidak segera dibayarkan.

Menyikapi itu, lanjutnya, Djohan kembali mengirim surat kepada Prabowo. Dia berkata, Djohan telah mengirimkan surat agar Prabowo melunasi pembayaran perjanjian jual beli saham yang tersisa sebesar Rp52 miliar tersebut sebanyak tiga kali dalam rentang waktu Januari 2019 hingga Februari 2019.

Namun, surat Djohan tersebut kembali tidak mendapat respons dari Prabowo.

"Klien kami kirim surat tiga kali yakni pada 24 Januari 2019, 7 Februari 2019, terakhir 20 Februari 2019 tapi tidak ditanggapi semua," kata dia.

Berangkat dari semua itu, kata Fajar, Djohan memutuskan untuk mengajukan gugatan wanprestasi karena asetnya akan segera dieksekusi oleh BNI.

Menyikapi hal itu, Wakil Ketua DPP Partai Gerindra Arief Pouyono mengatakan hal tersebut wajar dalam bisnis. Ia pun mengajak untuk melihat apakah hakim akan mengabulkan gugatan wanprestasi tersebut.

"Itu merupakan hal yang wajar dalam bisnis, nanti dilihat saja dalam persidangan apakah itu wanpresitasi atau tidak," kata Arief.

Namun begitu, dia menyayangkan gugatan tersebut dilayangkan di tengah kontestasi Pilpres 2019. Menurut dia, gugatan tersebut berpotensi diseret ke ranah politik sehingga menurunkan citra Prabowo.

"Kami sayangkan gugatan ini dilakukan di tengah Pilpres 2019, sehingga bisa terseret bernuansa politik dan menurunkan citra Prabowo," ucapnya.

(Source: cnnindonesia.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar