Baca Juga
PADANG -- Wakil Bupati Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar jadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Padang, Selasa (17/9/2019). Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), ia didakwa telah melakukan tindak pidana pengrusakan hutan mangrove di kawasan Nagari Mandeh, Pessel.
Sidang perdana dengan terdakwa orang nomor 2 di Kabupaten Pessel ini dipimpin Ketua Majelis Hakim, Gustiarso, didampingi Hakim Anggota Agus Komaruddin serta Ansyarullah dengan agenda pembacaan dakwaan dari JPU.
Terdakwa Rusma Yul Anwar didampingi oleh Vino Oktavia dan Sutomo selaku Penasihat Hukum (PH). Sedangkan JPU, Fadlul Azmi dari Kejaksaan Tinggi Sumbar serta Christian Erry dan Musrianto dari Kejaksaan Negeri Pessel.
JPU Fadlul Azmi yang juga Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sumbar mengawali keterangannya dengan menjelaskan bahwa penunjukan PN Padang sebagai pihak yang mengadili kasus tersebut telah sesuai dengan keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 11/KMA/SK/I/2019 tentang Penunjukan PN Padang untuk Memeriksa dan Memutus perkara tersebut. Selain itu, ketetapan ini juga telah merujuk pada Pasal 85 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
“Kasus ini berawal dari terdakwa pada Bulan Maret 2016 lalu membeli tanah seluas tiga hektare seharga Rp250.000.000 kepada saksi Asri melalui perantara saksi Masrial berdasarkan akta jual beli tertanggal 17 Maret 2016,” papar Fadlul Azmi mengawali nota dakwaannya.
Perkara yang menyeret nama RA, seorang pejabat di Pessel itu terjadi rentang waktu Mei 2016 hingga tahun 2017. “Atau setidak-tidaknya pada waktu dalam tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 bertempat di Nagari Mandeh Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan,” papar JPU.
Usai membeli tanah tersebut, sambung Fadlul dalam dakwaannya, dua bulan kemudian pembangunan mulai berlangsung di lokasi. Antara lain dalam bentuk pelebaran jalan dan perairan laut dari satu meter menjadi empat meter dengan panjang sekitar 30 meter. Kemudian, seseorang diperintahkan untuk meratakan bukit yang direncanakan untuk pendirian penginapan.
JPU mengklaim terdapat dua lokasi yang diduga terjadi perusakan mangrove. Lokasi pertama, ukuran panjang 12 meter dan lebar 75 meter. Titik kedua berukuran panjang 75 meter dan lebar 12 meter. Pada bukit yang diratakan telah berdiri empat bangunan permanen.
Aktivitas tersebut dinilai berdampak dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan data lapangan dan citra satelit, kerusakan yang ditimbulkan, yakni matinya hutan mangrove saat pelebaran sungai seluas 3.029 meter atau seluas 0,3 hektare.
Pelebaran sungai di titik lain juga mengakibatkan rusaknya hutan mangrove seluas 1000 meter atau 0,1 hektare. Kemudian, hutan mangrove ditimbun tanah seluas 0,39 hektare. Total luas hutan mangrove rusak menurut jaksa 7.900 meter atau sekitar 0,79 hektare.
Terdakwa juga disebut telah melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan di sekitar areal perbukitan. Mulai dari pembukaan lahan, pembuatan jalan menuju bukit, serta pemerataan bukit. “Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” pungkas jaksa.
Sementara itu, dari informasi yang dihimpun, perkara hukum yang menyeret RA ini disebut-sebut berawal dari laporan masyarakat sekitar. Namun, di antara laporan terdapat laporan lain yang diteken Bupati Pessel, Hendra Joni tertanggal 27 April 2018.
Laporan bernomor surat 660/152/DLH-PS/2018 perihal Pengrusakan Lingkungan Hidup di Kawasan Mandeh itu ditujukan ke Kementerian Lingkungan dan Kehutanan RI dan Jaksa Agung. Ada empat nama yang dilaporkan, terdiri dari pejabat dan mantan pejabat Pessel.
Sidang lanjutan kasus ini akan kembali digelar Selasa (24/9/2019) mendatang dengan agenda jawaban atas dakwaan
(ede)
Sidang perdana dengan terdakwa orang nomor 2 di Kabupaten Pessel ini dipimpin Ketua Majelis Hakim, Gustiarso, didampingi Hakim Anggota Agus Komaruddin serta Ansyarullah dengan agenda pembacaan dakwaan dari JPU.
Terdakwa Rusma Yul Anwar didampingi oleh Vino Oktavia dan Sutomo selaku Penasihat Hukum (PH). Sedangkan JPU, Fadlul Azmi dari Kejaksaan Tinggi Sumbar serta Christian Erry dan Musrianto dari Kejaksaan Negeri Pessel.
JPU Fadlul Azmi yang juga Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sumbar mengawali keterangannya dengan menjelaskan bahwa penunjukan PN Padang sebagai pihak yang mengadili kasus tersebut telah sesuai dengan keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 11/KMA/SK/I/2019 tentang Penunjukan PN Padang untuk Memeriksa dan Memutus perkara tersebut. Selain itu, ketetapan ini juga telah merujuk pada Pasal 85 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
“Kasus ini berawal dari terdakwa pada Bulan Maret 2016 lalu membeli tanah seluas tiga hektare seharga Rp250.000.000 kepada saksi Asri melalui perantara saksi Masrial berdasarkan akta jual beli tertanggal 17 Maret 2016,” papar Fadlul Azmi mengawali nota dakwaannya.
Perkara yang menyeret nama RA, seorang pejabat di Pessel itu terjadi rentang waktu Mei 2016 hingga tahun 2017. “Atau setidak-tidaknya pada waktu dalam tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 bertempat di Nagari Mandeh Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan,” papar JPU.
Usai membeli tanah tersebut, sambung Fadlul dalam dakwaannya, dua bulan kemudian pembangunan mulai berlangsung di lokasi. Antara lain dalam bentuk pelebaran jalan dan perairan laut dari satu meter menjadi empat meter dengan panjang sekitar 30 meter. Kemudian, seseorang diperintahkan untuk meratakan bukit yang direncanakan untuk pendirian penginapan.
JPU mengklaim terdapat dua lokasi yang diduga terjadi perusakan mangrove. Lokasi pertama, ukuran panjang 12 meter dan lebar 75 meter. Titik kedua berukuran panjang 75 meter dan lebar 12 meter. Pada bukit yang diratakan telah berdiri empat bangunan permanen.
Aktivitas tersebut dinilai berdampak dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan data lapangan dan citra satelit, kerusakan yang ditimbulkan, yakni matinya hutan mangrove saat pelebaran sungai seluas 3.029 meter atau seluas 0,3 hektare.
Pelebaran sungai di titik lain juga mengakibatkan rusaknya hutan mangrove seluas 1000 meter atau 0,1 hektare. Kemudian, hutan mangrove ditimbun tanah seluas 0,39 hektare. Total luas hutan mangrove rusak menurut jaksa 7.900 meter atau sekitar 0,79 hektare.
Terdakwa juga disebut telah melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan di sekitar areal perbukitan. Mulai dari pembukaan lahan, pembuatan jalan menuju bukit, serta pemerataan bukit. “Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” pungkas jaksa.
Sementara itu, dari informasi yang dihimpun, perkara hukum yang menyeret RA ini disebut-sebut berawal dari laporan masyarakat sekitar. Namun, di antara laporan terdapat laporan lain yang diteken Bupati Pessel, Hendra Joni tertanggal 27 April 2018.
Laporan bernomor surat 660/152/DLH-PS/2018 perihal Pengrusakan Lingkungan Hidup di Kawasan Mandeh itu ditujukan ke Kementerian Lingkungan dan Kehutanan RI dan Jaksa Agung. Ada empat nama yang dilaporkan, terdiri dari pejabat dan mantan pejabat Pessel.
Sidang lanjutan kasus ini akan kembali digelar Selasa (24/9/2019) mendatang dengan agenda jawaban atas dakwaan
(ede)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar