Baca Juga
Dalam rekening mendasinya, Komnas HAM menyatakan pembunuhan sejumlah laskar (FPI) merupakan pelanggaran HAM dan bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
Padahal, menurut HNW, Komnas HAM menyebutkan pembunuhan 4 laskar FPI adalah unlawful killing.
"Itu jelas termasuk sebagai tindakan extra judicial killing yang disebut oleh UU HAM sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM berat," ujar HNW dalam keterangannya, Sabtu, 9 Januari 2021.
Terkait hal ini, HNW juga menjelaskan tentang pelanggaran HAM berat sesuai ketentuan Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999.
"Yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination)," katanya.
Oleh karena itu, HNW menilai wajar bila beberapa NGO seperti IPW, Amnesti Internasional, YLBHI dan Kontras, menyimpulkan penembakan mati terhadap laskar FPI termasuk extra judicial killing, serta termasuk kategori pembunuhan HAM berat.
Menurut HNW, jika kasus tersebut dinyatakan pelanggaran HAM berat, maka pengusutan akan lebih serius, dan aturan hukum lebih bisa ditegakkan di Indonesia.
Hal ini mengingat Indonesia yang merupakan negara hukum dan demokrasi dengan UUD terkait perlindungan dan pelaksanaan HAM.
Ia pun menambahkan pelanggaran HAM berat nantinya perlu diurus sesuai dengan mekanisme UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Penyelidikan Komnas HAM tersebut juga bisa langsung diteruskan ke Jaksa Agung untuk penyidikan lebih lanjut.
"Mekanisme ini lebih adil, karena tidak melibatkan institusi yang anggotanya diduga melanggar HAM dalam kasus ini, yaitu kepolisian," imbuhnya.
HNW mengimbau agar Komnas HAM menjelaskan kategori pelanggaran HAM terkait pembunuhan laskar FPI sekaligus soal kejahatan terhadap kemanusiaan.
Merujuk Pasal 9 huruf a dan huruf f UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, HNW menyebut kasus ini dapat diduga sebagai peristiwa pembunuhan dan penyiksaan secara sistemik, terhadap 6 laskar FPI.
"Penembakan mati itu dilakukan setelah penguntitan yang dilakukan oleh aparat dan bukan aparat. Selain itu, ada pula fakta yang terungkap bahwa saksi yang merekam dalam HP diminta oleh Polisi untuk menghapus rekaman tersebut. Ini menunjukkan adanya indikasi bahwa peristiwa itu bukan penyiksaan dan pembunuhan biasa," paparnya.
Ia juga mengatakan bila merujuk pada Pasal 9 huruf f, penyiksaan yang dimaksud adalah adanya tindakan yang dengan sengaja dan melawan hukum menimbulkan kesakitan atau penderitaan yang berat.
Adapun tindakan tersebut dapat berupa baik fisik maupun mental, terhadap seorang tahanan atau seseorang yang berada di bawah pengawasan.
"Korban 4 orang itu, sebagaimana kesimpulan Komnas HAM, berada dalam posisi di bawah pengawasan pihak Kepolisian," imbuhnya.
Meskipun Komnas HAM tidak menyatakan kasus tersebut sebagai pelanggaran HAM berat, HNW menyampaikan Komnas HAM tetap harus serius memantau proses pelaksanaan hasil rekomendasi. Dengan begitu, penyidikan dapat dijalankan secara transparan, profesional dan kredibel.
Menurutnya, jika hal tersebut tidak dilakukan, maka Komnas HAM perlu menyetujui pembentukan TGPF Independen untuk membantu Komnas HAM.
Hal ini guna membuat legitimasi Komnas HAM lebih kuat dalam melakukan penyelidikan ulang untuk diserahkan ke Jaksa Agung, sesuai mekanisme UU Pengadilan HAM.
"Jika kasus ini tidak diusut secara tuntas, maka akan menyisakan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara penegak hukum dan HAM. Apalagi terdapat fakta yang disebutkan Komnas HAM adanya perintah pada para saksi untuk menghilangkan rekaman dan pengambilan CCTV oleh Polisi. Patut diduga ada usaha menghilangkan petunjuk-petunjuk otentik 'serangan yang sistemik' kepada para korban (6 laskar FPI), yang menjadi salah satu syarat terjadinya 'kejahatan terhadap kemanusiaan' dalam konteks pembunuhan dan penyiksaan yang merupakan salah satu jenis pelanggaran HAM berat," pungkasnya.
Source: detikcom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar