Baca Juga
BIJAKNEWS.COM -- Rapat Paripurna DPRD Provinsi Sumatera Barat dengan agenda Penyampaian Nota Penjelasan terhadap 4 (empat) Ranperda Provinsi Sumatera Barat digelar hari ini di ruang sidang utama DPRD Provinsi Sumatera Barat, Selasa (02/11/2022).
Sesuai dengan Propemperda Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2022 Pemerintah Daerah bersama DPRD akan membahas dan menetapkan sebanyak 12 (Dua Belas) Rancangan Peraturan Daerah yang terdiri dari 9 ranperda dan 3 ranperda kumulatif terbuka.
Dalam sambutannya, Ketua DPRD Sumbar Supardi menjelaskan bahwa dari sembilan ranperda yang direncanakan, tujuh diantaranya merupakan inisiatif DPRD dan dua ranperda berasal dari pemerintah daerah.
"Dari sembilan ranperda yang direncanakan tersebut, tujuh diantaranya merupakan inisiatif DPRD dan dua ranperda berasal dari pemerintah daerah. Ranperda usul inisiatif DPRD yaitu Ranperda tentang Tanah Ulayat, Ranperda tentang Tata Kelola Komoditi Unggulan, dan Ranperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dan satu ranperda yaitu ranperda tentang pengembangan ekonomi kreatif yang merupakan prakarsa pemerintah daerah.", ujar Supardi.
Terkait Ranperda tentang Tanah Ulayat, dalam nota penjelasan yang dibacakan anggota Komisi IV DPRD Sumbar H. Rafdinal, SH menyebutkan, masyarakat adat telah dikonstruksikan sebagai subjek hukum. "Konstitusi kita mengkonstruksikan masyarakat adat tersebut dalam Pasal 18 b ayat (2), 28 i dan 32 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Pasal 18 b ayat (2) menyebutkan; “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.” Namun, Pengakuan keberadaan masyarakat adat tersebut mempunyai persyaratan pemberlakuan (conditionalities), yaitu; pertama, masyarakat adat bisa dibuktikan masih hidup (actual existing); kedua, keberadaan masyarakat adat berkesesuian dengan perkembangan masyarakat; dan ketiga, masyarakat adat berkesesuaian dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia" ujar Rafdinal .
Selanjutnya kata Rafdinal, "Pasal 28 i dan Pasal 32 ayat (1) dan (2) UUD 1945 menjelaskan aspek hak masyarakat adat secara spesifik. Pasal 28 i menyebutkan bahwa ikatan masyarakat adat dengan tanah dan sumber daya alamnya adalah salah satu unsur pembentuk „identitas
budaya‟ masyarakat adat. Ikatan masyarakat adat dengan tanah dan sumber daya alamnya itu dirumuskan lebih lanjut sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 6 (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan; “Identitas masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.” ujarnya.
Tanah ulayat menurut orang Minangkabau adalah warisan dari mereka yang mendirikan nagari. Tanah tersebut bukan saja kepunyaan umat yang ada sekarang, akan tetapi juga menjadi hak generasi yang akan datang.
Dari hal tersebut kata Rafdinal, "maka hak ulayat mengandung tiga dimensi: pertama, hak ulayat merupakan hak atas tanah yang mereka terima turun temurun dari para leluhurnya yang mendirikan nagari. Kedua, hak ulayat merupakan hak yang sama dari seluruh warga nagari secara keseluruhan, dan ketiga, hak ulayat bukan saja hak dari yang hidup sekarang tetapi juga hak dari generasi yang akan datang (suistainable development). Posisi Pemerintah Provinsi dalam konteks ini merupakan leading sector perlindungan dan pengelolaan hak ulayat sesuai dengan kewenangan dekonsentrasinya. Sehingga proses devolusi pengelolaan sumber daya alam dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dapat berjalan dengan baik" pungkas Rafdinal.
Selanjutnya terkait Ranperda tentang Tata Kelola Komoditi Unggulan yang nota penjelasannya dibacakan anggota komisi II Bakri Bakar, menurutnya produk unggulan Sumatera Barat lebih dominan bercirikan pertanian dan berskala kecil. "Karena memiliki sumberdaya alam yang dominan di sektor pertanian, maka Sumatera Barat menyandarkan kehidupan masyarakatnya di sektor ini. Kontribusi sektor pertanian dalam produk domestik regional bruto (PDRB) pada triwulan II tahun 2022 adalah 21 persen. Pada periode ini ekonomi Sumatera Barat bertumbuh 5,08 persen yang bersumber utama dari konsumsi masyarakat. Karena itu penguatan sektor pertanian dengan memelihara daya konsumsi masyarakat menjadi strategis diprioritaskan pemerintah daerah" kata Imral.
Masih kata Bakri, "Kombinasi antara sektor pertanian dan sektor industri berbasis pertanian berskala kecil dan mikro perlu menjadi perhatian pengambil kebijakan. Liberalisasi perdagangan yang semakin kuat dewasa ini memberikan peluang-peluang baru sekaligus tantangan-tantangan baru yang dihadapi sejalan dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan antar
negara. Namun liberalisasi perdagangan juga menimbulkan masalah-masalah serius jika komoditas yang diproduksi secara lokal tidak mampu bersaing di pasar dunia" katanya.
Bakri Bakar menegaskan, "DPRD Provinsi Sumatera Barat berkeinginan untuk mengajukan ranperda tentang Tata Kelola Komoditi Unggulan untuk dijadikan Ranperda usul Inisiatif DPRD mengingat sebagai upaya melindungi produsen komoditi unggulan yang ada di Provinsi Sumatera Barat" tegasnya.
Terkait ranperda perubahan tentang penanggulangan bencana, Anggota Komisi IV, M. Nurnas mengatakan perda lama terkait penanggulangan bencana yakni perda Nomor 7 Tahun 2007 perlu diperbaharui karena tidak sesuai lagi dengan kondisi dan pencapaian di daerah yang telah ada.
Di lain sisi, ranperda ini juga akan menguatkan skema kebencanaan yang bukan lagi sekedar dari penanggulangan namun juga pada pencegahan dan mitigasi. Selain juga memperkuat koordinasi antar lembaga dengan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dengan begitu pencegahan, mitigasi dan penanggulangan kebencanaan akan lebih teroorganisir.
"Ada pula keperluan perubahan tentang apa saja kejadian atau situasi yang bisa dikategorikan sebagai bencana, yakni salah satunya hal yang terjadi dan dampaknya di luar batas kemampuan masyarakat terdampak. Seperti pandemi covid yang terjadi saat," ujar Nurnas.
Lalu untuk ranperda tentang pengembagan ekraf, Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy mengatakan di Indonesia perkembangan ekonomi kreatif telah menjadi salah satu harapan dalam peningkatan perekonomian.
"Pengembangan ekraf menjadi salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam bentuk penciptaan iklim usaha, pembinaan, pemetaan, pengawasan serta penguatan usaha kreatif dan industri kreatif," katanya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar