Baca Juga
Bumi Minang Kabau sudah menangis pilu karena Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabbulah, Syara’ Mangato, Adaik memakai hilang dari hati nak Ranah Minang.
“Kato Nan Ampek” yakni Mandaki, malereang, mandata dan manurun, sudah tidak lagi ada, sehingga moral semakin manghilang dan pupus bersama kemajuan tehnologi.
Hilangnya moral nak Ranah Minang bisa dilihat dengan meningkatnya prilaku menyimpang, seperti LGBT, Prostituai, Perkelahian, Pembunuhan, Tawuran, menyebar kebencian, hoax dan banyak lagi yang terjadi, semuanya tidak sejalan dengan filosofis Ranah Minang, yang mengedepankan agama dan adat, sehingga etika serta moral terjaga.
Hilangnya moral nak Rang Minang juga bisa durasakan semua kita saat ini, sehingga hal yang memalukan menjadi kebanggaan dan ketaatan menjadi bahan tertawaan.
Saat ini, anak Rang Minang bangga mempermalukan orang lain, baik secara langsung maupun melalui media sosial, dengan cara menyebar kebohongan tanpa mempertmbangkan kato nan ampek, serta menyampaikannya juga secara vulgar tidak memakai hereang jo gendeng.
Dahulu pendahulu Ranah Minang dari mulai kecil sampai renta jika ingin bertindak pasti berfikir efek yang akan ditimbulkan, dengan mengacu pada syara’ serta adat setempat, tapi kini, anak Rang Minang bertindak tanpa pernah “manenggang” kalaupun ada yang tersakiti tidak dipedulikan.
Kebanggaan Nak Rang Minang kini adalah bisa berbuat sesuka hati tanpa peduli apa yang terjadi, biar orang lain tersakti atau malu dan teraniaya, yang penting apa yang ia inginkan tercapai, tidakkah ini menunjukkan moral anak Rang Minang sudah hilang? haruskah kita tetap bertahan mengatakan itu biasa? dan berdalih daerah lain juga sama.
Ingat!!! karena moral yang tinggi dan agama yang kuat maka kita orang Minang Kabau jika berbicara harus melihat siapa lawan bicara, dan ketika menyampaikan nasehat tidak vulgar dengan kiasan, sehingga moralitas tetap terjaga, adakah itu sekarang?
Jika itu sudah tak ada, apakah moral kita sebagai anak rang Minang Kabau masih ada? tentu moral akan sirna bersama tidak dipakainya acuan dan dasar filosofis tadi.
Jika ini terus dibiarkan, maka tidak akan lama lagi, Ranah Minang sudah tidak akan lagi, dan tidak bisa membanggakan diri kalau kita beragama dan beradat, karena santun sudah sirna, taat sudah tiada.
Hentikanlah tangis Ranah Minang, kembalilah pada masa dimana berucap tidak sesuka hati, berbuat tidak seenak perut, tapi menenggang dan melihat dengan siapa kita berucap.
Jangan lagi kita bangga mempermalukan dan menganiaya orang lain dengan cara-cara apapun, karena Syara’ dan Adat pasti melarang, sekarang kita mulai mengajari generasi berikutnya dengan moral yang baik, bersama dengan prilaku baik sebagai contoh,”lamak diawak katuju jo urang,” dan “indak kalamak hati awak saji” karena sehebat apapun kita mengarahkan anak Rang Minang untuk bermoral, namun perbuatan kita tidak sejalan, masih bangga dengan bercarut-pungkang, bangga menjelekkan orang lain, generasi berikutnya akan mengartikan dengan yang lebih parah.
Salah anak Rang Minang hari ini, adalah salah orang tua yang tidak memberikan contoh baik, sekarang berubahlah agak moral kita kembali pulih, dan Ranah Minang Tidak menangis lagi. Saya yakin tulisan ini akan menuai pro dan kontra, tapi ini kenyataan yang harus kita perbaiki bersama(**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar